KURASI MEDIA – Pakar kesehatan mental Dr.Fransiska M. Kaligis, Sp.KJ(K) mengatakan perubahan perilaku yang dialami remaja akibat stres merupakan tanda bagi orang tua untuk segera memperhatikan dan membantunya.
Ia mengatakan bahwa adalah hal yang normal bagi remaja untuk mengalami stres karena mereka mengalami perubahan fisik, mental, dan hormonal yang besar, serta bertemu dengan orang dan lingkungan baru saat mereka tumbuh dewasa.
Tekanan yang dihadapi remaja saat tumbuh dewasa sebagian besar berdampak positif, karena stres yang muncul dapat memotivasi mereka untuk mencapai sesuatu, seperti mempersiapkan diri menghadapi ujian atau ujian kompetitif hingga ujian selesai, serta berlatih manajemen stres.
Baca Juga:Satu Tim dengan Sang Adik, Marc Marquez Sudah Tak Sabar Hadapi MotoGP Musim DepanSyuting Serial ‘Gadis Kretek’, Arya Saloka Sebut Sulit Lepas Karakter Aldebaran Pada Dirinya
Remaja yang menghadapi stres baru membutuhkan bantuan dari orang lain jika stres tersebut tidak dapat diatasi, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas, termasuk prestasi akademik dan perubahan perilaku.
Ia juga menegaskan bahwa jika perubahan perilaku tidak kunjung membaik dalam waktu dua minggu, penyakit ini dapat diklasifikasikan sebagai gangguan stres yang jika tidak ditangani dapat berubah menjadi depresi.
menjadi depresi.
Kaum muda yang mengalami kesulitan dalam mengelola stres perlu diajak bicara dan berdiskusi, dan jika kondisinya tidak membaik, mereka dapat berkonsultasi dengan tenaga profesional yang dapat menyusun rencana tindakan pemulihan respon yang sesuai.
Ia juga mengingatkan bahwa ketika membantu para remaja ini, para orang tua harus membangun suasana saling percaya dan menjelaskan bahwa niat mereka adalah untuk membantu.
Hal ini harus dilakukan dengan persuasi, bukan dengan paksaan atau kekerasan.
Peran orang dewasa yang lebih tua dalam membantu remaja yang terkena gangguan stres menjadi semakin mendesak jika remaja tersebut telah mengungkapkan ide, rencana, atau bahkan niat untuk mengakhiri hidupnya.
“Aku ingin mengakhiri hidupku, jika ucapan mereka menunjukkan perasaan putus asa atau keinginan untuk mengakhiri hidup, kita tidak boleh menganggapnya sebagai ucapan yang ditujukan untuk menarik perhatian,” kata Fransiska.