Perubahan Kebiasaan Ganti Obat Picu Penyakit Bertambah? Ini Kata Dokter

Perubahan Kebiasaan Ganti Obat Picu Penyakit Bertambah? Ini Kata Dokter
Perubahan Kebiasaan Ganti Obat Picu Penyakit Bertambah? Ini Kata Dokter
0 Komentar

KURASI MEDIA – Dokter spesialis anestesi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr Noor Hafidz Sp.An mengatakan, perubahan kebiasaan minum obat pada pasien dengan penyakit berisiko tinggi dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit yang lebih serius atau tingkat keparahan yang lebih tinggi.

Hafidz mengatakan kondisi pasien dikatakan kritis jika sudah merasakan sakit yang sangat parah, sehingga risiko kematian sangat dekat.

Biasanya, pasien yang berada dalam kondisi kritis akan mengalami kegagalan beberapa organ tubuh atau infeksi yang mengancam jiwa.

Baca Juga:Ciri-ciri Remaja Alami Stress Harus Segera Perlu Bantuan AhlinyaSatu Tim dengan Sang Adik, Marc Marquez Sudah Tak Sabar Hadapi MotoGP Musim Depan

Tipe kritis juga digunakan pada pasien yang mengalami trauma seperti kecelakaan atau kebakaran.

Dokter yang menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia ini mengatakan kondisi kritis dapat dipicu oleh berbagai faktor risiko, yaitu host atau pasien, agen atau pembawa penyakit dan lingkungan.

“Jadi dari faktor host imun, bagaimana genetiknya, kebiasaan terhadap suatu penyakit akan menyebabkan dia bisa kritis atau tidak. Infeksi yang dikasih obat tidak mempan, bisa juga lingkungan, misalnya dia sehat-sehat saja tapi tinggal di daerah yang angka kesakitannya tinggi,” katanya.

Jika pasien sakit kritis karena penyakit seperti stroke, jantung, atau diabetes yang menyerang secara tiba-tiba, mereka harus mengontrolnya dengan mengonsumsi obat secara teratur agar penyakitnya tidak menjadi kritis.

Hafidz mengatakan bahwa pasien dalam kondisi kritis perlu dirawat di ruang perawatan khusus seperti Intensive Care Unit (ICU) untuk mendapatkan hasil yang optimal dan perawatan intensif yang berkesinambungan.

Ada beberapa perbedaan dengan bangsal konvensional, yaitu ketersediaan alat penunjang organ, jumlah perawat, dan agresivitas perawat terhadap pasien yang kritis.

“Staf perawatan intensif adalah satu pasien satu perawat, sangat berbeda dengan perawatan di rumah sakit, kedua fasilitas pasien perawatan kritis membutuhkan banyak peralatan untuk memonitor, pemberian obat, dukungan organ,” jelas Hafidz.

Baca Juga:Syuting Serial ‘Gadis Kretek’, Arya Saloka Sebut Sulit Lepas Karakter Aldebaran Pada DirinyaUsai Konser di Jakarta, JO1 Senang Bertemu Pertama Kali dengan JAM Indonesia 

Jika pasien dirawat di ruang perawatan intensif, Hafidz berpesan agar keluarga tidak kaget dengan kondisi pasien yang bisa saja memburuk secara signifikan.

Oleh karena itu, keluarga pasien harus siap berjaga-jaga di rumah sakit agar tim dokter yang menangani tidak kesulitan jika harus meminta keputusan dan informasi tentang pasien.

0 Komentar