Ternyata Jamu Tak Sama dengan Obat Fitofarmaka 

Ternyata Jamu Tak Sama dengan Obat Fitofarmaka 
Ternyata Jamu Tak Sama dengan Obat Fitofarmaka 
0 Komentar

KURASI MEDIA – Direktur Fasilitas Farmasi Dr. Fasilitas Farmasi RSUPN Dr.Ciputo Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Apt.
Lina Mutiara, M.Pharm, menjelaskan bahwa penggunaan obat herbal tidak sama dengan obat botani, karena penggunaan obat herbal tidak memerlukan penelitian dalam proses pembuatannya dan berdasarkan resep genetik.
Sedangkan obat botani harus melalui proses penelitian dan uji klinis.

“Kenyataannya, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya memahami hal ini. Masyarakat menganggap jamu sebagai obat, padahal dalam dunia medis ada perbedaan mendasar antara jamu dan obat tanaman. ” ujar Lina dikutip dari Antara, Selasa (5/12/23).

Fitofarmaka adalah sediaan farmasi bahan alam yang keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik dan klinik, bahan baku, dan produk jadi yang terstandar.

Baca Juga:Retinopati Diabetes Bisa Fatal Jika Tak Berobat dengan Baik?PBB Ungkap Hampir 1,9 Juta Warga Gaza Mengungsi 

Lina menjelaskan bahwa sebagian masyarakat di Indonesia cenderung mengandalkan pengobatan tradisional, dan sering terjadi ketidaksesuaian antara pemahaman tradisional dan ilmiah tentang farmakologi tanaman.

Namun, penggunaan obat herbal masih melibatkan aspek sosial dan budaya yang perlu dipertimbangkan, seperti kepercayaan lokal dan praktik tradisional.

Lina mengatakan bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejauh ini telah memperkenalkan 24 jenis obat herbal di Indonesia, termasuk obat imunomodulator, obat diare, obat tukak lambung, obat antidiabetes, obat antihipertensi, dan obat penambah darah.

Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang mengeluarkan. Obat-obatan yang beredar dan obat anti hiperparbumin.

Penggunaan obat herbal di Indonesia perlu mengacu pada standarisasi dan mutu, yang bervariasi tergantung pada asal tanaman, cara pengolahan dan formulasi, lanjut Lina.

Fitofarmaka menghadapi tantangan dalam mencari bahan baku yang berkualitas tinggi, terutama terkait konsistensi kandungan bahan aktif dan minimalisasi pengotor.

“Fitofarmasi sering kali diproduksi dalam format tradisional, di mana konsistensi produk dapat menjadi masalah. Masalah ini termasuk kebutuhan untuk menstandarisasi proses produksi untuk memastikan kemanjuran dan keamanan. Hal ini perlu diatasi,” katanya.

Baca Juga:Sony Kolaborasi dengan Olivia Rodrigo Keluarkan Headphone Terbaru Edisi Terbatas, Segini Harganya!Jorge Lorenzo Sebut Acosta Miliki Bakat Besar Sebagai Pembalap Muda MotoGP 

Rina mengatakan bahwa interaksi antara obat herbal dan obat konvensional sering kali tidak dipahami dengan baik.

Pasien biasanya menggunakan beberapa jenis obat, sehingga risiko interaksi obat antara obat herbal dan obat konvensional perlu dipahami dengan jelas.

0 Komentar