Prof. Didi Sukyadi Resmi Dilantik Menjadi Rektor UPI Masa Bakti 2025-2030

Prof. Didi Sukyadi secara resmi dilantik menjadi Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
Prof. Didi Sukyadi secara resmi dilantik menjadi Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Masa Bakti 2025-2030, Senin (16/6/2025).
0 Komentar

Ini sangat penting, karena peta sosiologis pendidikan itu kompleks, baik yang diselenggarakan oleh negeri maupun swasta.

“Sehingga tidak mudah untuk mengembangkan pendidikan yang bersifat top down atau dari atas. Bahkan kebijakan negara pun tidak bisa otoritatif semata, karena peta pendidikan kita ini sejalan dengan demografi Indonesia,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat Indonesia itu heterogen sekali. Yang Jawa, luar Jawa, beragam suku dan agama, golongan, bahkan dari aspek keuangan. Mayoritas nya pun masih tidak berkemampuan.

Baca Juga:Kisah Rahadian, Mahasiswa Autis UPI yang Meraih Gelar S2842 Lulusan PPG UPI Dilantik dan Lakukan Pengambilan Sumpah Profesi

“Oleh karena itu, bila kita membuat kebijakan yang tidak hati-hati dan seksama, tidak akan sejalan dengan peta sosiologis dan realitas pendidikan Indonesia,” ungkapnya.

Kedua, jangan lengah bila kita merasa pendidikan kita di Indonesia sudah maju.

Ada tiga indikator yang belum bisa kita dongkrak, yaitu human development index kita, daya saing bangsa, serta kondisi masyarakat Indonesia yang tingkat kecerdasannya masih di bawah rata-rata dari seluruh negara ASEAN.

“Maka kita terus melipatgandakan usaha, ikhtiar kebijakan langkah yang super, bahkan menurut saya extraordinary, baik dari negara maupun swasta. Jadi kita jangan hanya melihat aspek formal semata, padahal Indonesia ingin 2045 menjadi Indonesia Emas,” tegasnya.

Ketiga, kemajuan pendidikan Indonesia dibangun di atas dua pilar, negeri dan swasta.

Swasta-swasta di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, dan agama-agama dari Kristen dan Katolik, sebelum kemerdekaan kan sudah menyelenggarakan pendidikan. Dan itu sampai ke kawasan-kawasan 3T.

Maka, kalau pemerintah hanya berorientasi pada pendidikan negeri semata, akan berat. Kemudian, jangan karena ada satu dua swasta yang basisnya pemilik modal, lalu mengambil kebijakan-kebijakan yang sifatnya generalisasi.

Baca Juga:Open Visit UPI 2025: Edukasi Masyarakat Mengenal UPI dan Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru 2025

Dalam konteks ini, maka kebijakan MK pun tidak serta-merta dan tidak mudah dilaksanakan, karena ketika swasta dilepaskan untuk tidak boleh memungut biaya, apalagi yang sifatnya menengah ke atas, apakah nantinya anggaran pemerintah mau menanggung yang swasta.

“Kalau tidak dan swasta-swasta ini bubar, maka beban pemerintah akan semakin tinggi,” ujar Prof. Haedar.

Padahal, imbuhnya, 20 persen anggaran pendidikan dari pemerintah itu tidak terkonsentrasi di Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (diktisaintek) dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), bahkan juga ke berbagai instansi-instansi pemerintah.

0 Komentar