KURASI MEDIA – Pemerintah tengah mendorong revisi Undang-Undang (UU) Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai langkah strategis untuk mencegah maraknya kasus keberangkatan tenaga kerja ke luar negeri secara non prosedural.
Menteri Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa revisi UU ini akan difokuskan pada penguatan regulasi, pengawasan, serta penindakan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengiriman pekerja migran ilegal.
Fokus Revisi UU Pekerja Migran
Beberapa poin utama yang masuk dalam rencana revisi antara lain:
Baca Juga:DPR Sahkan Pembentukan Kementerian Haji Baru Usai Revisi UUKasus KDRT Ustaz Kondang Bandung Berinisial EE: Begini Kronologi Kejadiannya
- Penguatan sistem perekrutan tenaga kerja migran secara resmi.
- Digitalisasi layanan migrasi untuk mempercepat dan mempermudah proses administrasi.
- Sanksi lebih tegas bagi calo atau pihak yang memberangkatkan pekerja migran secara non prosedural.
- Kerja sama bilateral dengan negara tujuan untuk menjamin perlindungan tenaga kerja Indonesia.
Menurut pemerintah, langkah ini diambil karena masih banyak warga Indonesia yang tergiur iming-iming bekerja ke luar negeri dengan jalur cepat, meski tidak sesuai aturan.
Kasus Pekerja Migran Non Prosedural
Data terbaru dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat, sepanjang tahun 2024 terdapat ribuan pekerja migran yang berangkat tanpa dokumen resmi. Akibatnya, mereka sering kali menghadapi masalah serius, mulai dari eksploitasi kerja, gaji tidak dibayar, hingga tidak adanya perlindungan hukum di negara tujuan.
“Revisi UU ini penting agar keberangkatan pekerja migran benar-benar melalui jalur resmi. Pemerintah ingin melindungi PMI sekaligus mengurangi potensi korban perdagangan manusia,” kata Menteri Ketenagakerjaan.
Dukungan DPR dan LSM
Rencana revisi UU ini mendapat dukungan dari sejumlah anggota DPR yang menilai bahwa aturan lama sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Selain itu, sejumlah LSM yang bergerak di bidang perlindungan tenaga kerja juga mendorong agar pemerintah melibatkan masyarakat sipil dalam penyusunan regulasi.
Mereka berharap aturan baru nanti tidak hanya menekan angka keberangkatan non prosedural, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan pekerja migran melalui perbaikan upah, jaminan sosial, dan akses bantuan hukum.
Harapan ke Depan
Pemerintah menargetkan draf revisi UU ini dapat rampung sebelum akhir 2025 dan langsung dibahas bersama DPR. Dengan adanya regulasi baru, diharapkan pekerja migran Indonesia bisa berangkat secara legal, aman, dan terlindungi di negara tujuan.