Mengubah Sampah Jadi Solusi: Desa Tegalsari Role Model Baru Pengelolaan Berbasis di Purwakarta

Desa Tegalsari kini menjadi tempat lahirnya harapan: bahwa memilah sampah dari rumah bisa menjadi kebiasaan
Desa Tegalsari kini menjadi tempat lahirnya harapan: bahwa memilah sampah dari rumah bisa menjadi kebiasaan, bukan kewajiban semata
0 Komentar

Koordinasi dilakukan sejak awal November 2024, dimulai dengan dialog antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Purwakarta dan pemerintah desa. Warga pun dilibatkan sejak awal—mereka tidak hanya diajak ikut, tapi juga diberi ruang untuk terlibat langsung.

Pelaksanaan dimulai dengan sangat sederhana. Ada dropbox untuk sampah daur ulang, ember untuk sampah residu, trashbag, stiker untuk rumah yang sudah memilah, dan gerobak sorong untuk mengambil sampah dari gang-gang kecil.

Setiap Senin dan Kamis, sampah terpilah dikumpulkan. Dua kali seminggu, sampah ditimbang dan dicatat. Edukasi dilakukan langsung ke rumah-rumah, bukan sekadar tempel poster. Sampah organik diolah jadi kompos, yang anorganik disalurkan ke Bank Sampah Sari Asih. Sementara sisa makanan juga dimanfaatkan, tidak langsung dibuang begitu saja.

Baca Juga:ICONNET RAME: Rayakan Kemerdekaan Bersama Masyarakat di Perum Samesta Royal Campaka PurwakartaBPS Jabar Maksimalkan Persiapan Sensus Ekonomi 2026 dengan Gladi Bersih di Purwakarta

Hasilnya Tidak Instan, Tapi Nyata: 71 Keluarga Sudah Mulai Pilah Sampah

Perubahan tidak terjadi dalam semalam. Namun berkat pendampingan yang intensif dan pendekatan yang humanis, hasilnya mulai terasa. Hingga Februari 2025, tercatat sebanyak 71 Kepala Keluarga (KK) di RW 05 Desa Tegalsari, Kec. Sukatani Kab. Purwakarta, telah aktif memilah sampah dari rumah. Mereka memisahkan sampah ke dalam tiga kategori: organik, anorganik, dan residu—sebuah langkah sederhana namun bermakna besar dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.

Meski secara angka belum tergolong masif, pencapaian ini merupakan tonggak penting dalam membangun kebiasaan baru di tengah masyarakat. Lebih dari sekadar statistik, keberhasilan ini mencerminkan tumbuhnya kesadaran warga bahwa pengelolaan sampah bukan hanya urusan pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama.

Yang patut diapresiasi, dari kegiatan ini juga lahir sejumlah praktik baik (best practices) yang bisa direplikasi di wilayah lain. Mulai dari model pelibatan kader lingkungan, sistem insentif berbasis partisipasi, hingga format pelaporan dan evaluasi warga—semuanya terbukti efektif dalam mendorong perubahan perilaku.

Pencapaian ini turut mendukung target nasional Program ISWMP melalui paket pekerjaan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) dalam meningkatkan persentase rumah tangga yang memilah sampah dari sumber. Ini bukan hanya keberhasilan teknis, tetapi juga kemenangan budaya—menggeser paradigma lama menuju gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

0 Komentar