KURASI MEDIA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali ditutup melemah pada perdagangan Jumat (12/9). Pelemahan ini menandai tren negatif rupiah yang sudah berlangsung tiga hari berturut-turut.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp15.625 per dolar AS, melemah sekitar 0,4 persen dibandingkan penutupan sebelumnya. Secara mingguan, rupiah tercatat terkoreksi lebih dari 1 persen.
Faktor Global dan Politik Domestik
Ekonom menilai pelemahan rupiah tidak hanya dipicu faktor global seperti penguatan dolar AS akibat rilis data inflasi Amerika Serikat, tetapi juga diperburuk oleh sentimen politik dalam negeri.
Baca Juga:Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga secara Mengejutkan untuk Dongkrak Pertumbuhan EkonomiEU-Indonesia Siap Menandatangani Perjanjian Perdagangan Besar di Bali
“Pasar sedang mencermati dinamika politik nasional, terutama isu restrukturisasi kabinet dan tarik ulur kebijakan fiskal. Hal ini menambah ketidakpastian dan membuat investor cenderung wait and see,” kata ekonom Bank Mandiri, Riza Putra.
Dampak terhadap Pasar Saham
Kondisi ini juga menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup melemah tipis di level 7.180. Investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih mencapai Rp850 miliar dalam tiga hari terakhir.
“Pelemahan rupiah secara beruntun biasanya menekan psikologis investor. Kombinasi faktor eksternal dan internal ini memicu aliran keluar dana asing,” jelas analis Mirae Asset Sekuritas, Liana Gunawan.
Respons Pemerintah dan Bank Indonesia
Kementerian Keuangan menyatakan terus memantau stabilitas pasar. Sementara Bank Indonesia (BI) menegaskan siap melakukan intervensi ganda, baik di pasar valas maupun obligasi, untuk menahan pelemahan rupiah agar tidak berlanjut terlalu dalam.
“Fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Bank Indonesia akan memastikan likuiditas tetap terjaga,” ujar Deputi Gubernur BI, Arif Santoso.
Prospek ke Depan
Sejumlah analis memperkirakan rupiah masih berpotensi tertekan dalam jangka pendek, terutama jika ketidakpastian politik belum mereda. Namun, jika ada kepastian terkait arah kebijakan pemerintah dan dukungan stabilisasi dari BI, rupiah diproyeksikan bisa kembali menguat di kuartal IV. (**)