Teks Khutbah Jumat 17 Oktober 2025: Menggapai Berkah dengan Menjadi Pedagang yang Jujur di Era Digital

Teks Khutbah Jumat
Teks khutbah Jumat tentang menggapai berkah dengan menjadi pedagang yang jujur di era digital. (Pixabay/geralt)
0 Komentar

Perubahan ini menuntut kita, selaku umat Islam untuk beradaptasi dengan cara baru dalam berniaga.

Namun, di perkembangan era digital ini pula, godaan untuk berbuat curang menjadi semakin mudah, mulai dari keinginan untuk memanipulasi harga, penipuan barang, hingga rekayasa ulasan untuk keuntungan pribadi.

Tentu saja, hal ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai keislaman. Oleh karenanya, beruntung sekali, jika di zaman ini, masih ada yang menggunakan prinsip jujur dalam menjalankan aktivitas dagangnya.

Baca Juga:Teks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Mengambil Hikmah dari Pergantian Siang dan MalamTeks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Pentingnya Peran Ayah dalam Tumbuh Kembang Anak

Sebab Rasulullah Saw memberikan kabar gembira di dalam haditsnya mengenai hal tersebut. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, bersumber dari Ibnu Sa’id:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ

Artinya: “Dari Abu Sa‘id, dari Nabi Saw, beliau bersabda: ‘Pedagang yang jujur dan terpercaya akan bersama para Nabi, orang-orang yang sangat benar (ash-shiddiqin), dan para syuhada (orang-orang yang mati syahid).” (HR. Tirmidzi)

Jamaah kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah,

Hadits ini menunjukkan bahwa kejujuran dan amanah bukan sekadar akhlak dalam berdagang, tetapi jalan pintas menuju derajat tinggi di sisi Allah.

Maka dalam praktiknya, pedagang yang jujur tidak hanya menahan diri dari kecurangan dan penipuan, tetapi juga menjalankan nilai-nilai iman, islam dan ihsan dalam muamalah sehari-hari.

Kejujuran seorang pedagang mencerminkan kebersihan hati. Karena itulah, para ulama dalam menjelaskan makna hadits Nabi Saw, tersebut memaparkan, bahwa kedudukan pedagang yang jujur disejajarkan dengan para nabi, shiddiqin, dan syuhada, bukan karena status sosialnya, tetapi karena kesamaan sifat dan amalnya.

Sebagaimana penjelasan ini dikemukakan secara rinci oleh Syekh Hasan al-Fayumi dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib ‘alat Targib wat Tarhib (jilid 8, hal 211), dengan mengutip perkataan Ibnu ‘Athaillah dalam Lathaiful Minan:

فِي لَطَائِفِ الْمِنَنِ لِابْنِ عَطَاءِ اللّٰهِ: بِأَيِّ طَرِيقٍ يُحْشَرُ مَعَ النَّبِيِّينَ، وَبِأَيِّ طَرِيقٍ يُحْشَرُ مَعَ الصِّدِّيقِينَ، وَبِأَيِّ طَرِيقٍ يُحْشَرُ مَعَ الشُّهَدَاءِ(الْحَدِيثُ): يُحْشَرُ مَعَ النَّبِيِّينَ، فَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ شَأْنُهُمْ أَدَاءُ الْأَمَانَةِ وَبَذْلُ النَّصِيحَةِ، فَيُحْشَرُ مَعَ الْأَنْبِيَاءِ بِهٰذَا الْوَصْفِ، وَهٰذَا التَّاجِرُ أَدَّى الْأَمَانَةَ وَبَذَلَ النَّصِيحَةَ، وَيُحْشَرُ مَعَ الصِّدِّيقِينَ، لِأَنَّ الصِّدِّيقَ شَأْنُهُ الصَّفَاءُ فِي الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ، قَدِ اسْتَوَى ظَاهِرُهُ وَبَاطِنُهُ، وَالتَّاجِرُ الصَّدُوقُ كَذٰلِكَ فَيُحْشَرُ مَعَ الصِّدِّيقِينَ بِهٰذَا الْوَصْفِ، وَيُحْشَرُ مَعَ الشُّهَدَاءِ، فَإِنَّ الشَّهِيدَ مَعَ الصَّالِحِينَ، فَإِنَّ الصَّالِحَ شَأْنُهُ أَخْذُ الْحَلَالِ وَتَرْكُ الْحَرَامِ، فَيُحْشَرُ مَعَ الصَّالِحِينَ بِهٰذَا الْوَصْفِ

Artinya: “Dalam Lathaif al-Minan, Ibnu ‘Atha’illah berkata: ‘Dengan cara apakah seorang pedagang jujur akan dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, dan syuhada? Ia dikumpulkan bersama para nabi karena para nabi memiliki sifat menunaikan amanah dan memberi nasihat dengan tulus. Maka pedagang itu dikumpulkan bersama mereka karena kesamaan sifat. Ia juga dikumpulkan bersama para shiddiqin (orang-orang yang benar) karena mereka itu memiliki kesucian lahir dan batin, Sama halnya dengan pedagang yang jujur. Serta ia dikumpulkan bersama para syuhada karena para syuhada termasuk orang-orang saleh yang menjauhi yang haram dan mengambil yang halal. Maka pedagang jujur itu dikumpulkan bersama mereka karena kesamaan yang dimiliki.”

0 Komentar