Tugas ini berlangsung dari generasi ke generasi, dari abad ke abad, dan dari satu keturunan ke keturunan berikutnya.
Dengan demikian, orang-orang yang hadir di muka bumi ini, dari berbagai generasi telah diberi amanah oleh Allah sebagai pihak yang dipercaya untuk mengelola dan memakmurkan bumi, bukan malah menjadi pihak yang merusaknya.
Namun kenyataannya, jika kita perhatikan, terjadinya banyak kerusakan alam dan lingkungan itu merupakan akibat dari ulah tangan manusia itu sendiri.
Baca Juga:Teks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Mengambil Hikmah dari Pergantian Siang dan MalamTeks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Pentingnya Peran Ayah dalam Tumbuh Kembang Anak
Hal ini telah Allah ingatkan dalam firman-Nya pada surat Ar-Rum ayat 41:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Dalam Tafsir Al-Munir juz 9 halaman 105, Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa kerusakan tersebut adalah ketidakseimbangan yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari kekeringan, musim paceklik, berkurangnya tumbuhan, merebaknya kebakaran, tenggelamnya sesuatu, perampasan harta secara zalim, hingga meluasnya mudarat dan berkurangnya manfaat.
Selain itu, ayat tersebut juga merupakan peringatan dari Allah agar kita semua senantiasa bisa menjaga alam ini dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Hal ini dilakukan demi terciptanya keseimbangan alam dan keberlangsungan makhluk hidup semua makhluk, termasuk kita semua dan generasi yang akan datang.
Di sisi lain, Rasulullah SAW juga menegaskan tentang pentingnya menjaga dan merawat alam dengan menyebutnya sebagai bagian dari amal kebaikan yang bernilai ibadah.
Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ، أَوْ إِنْسَانٌ، أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
Artinya: “Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu dimakan burung, manusia, atau hewan, melainkan itu menjadi sedekah baginya.” (HR Bukhari Muslim)
Baca Juga:Teks Khutbah Jumat 3 Oktober 2025: Mewujudkan Lingkungan Belajar Ramah Anak di Lembaga PendidikanTeks Khutbah Jumat 3 Oktober 2025: Cinta kepada Allah sebagai Puncak Kebahagiaan Hamba
Menurut Imam Al-Munawi dalam kitab Faidul Qadir, juz 5, halaman 633, hadits tersebut menegaskan bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah yang bernilai pahala.
Setiap Muslim yang menanam tanaman atau pohon, kemudian tanaman atau pohon itu dimanfaatkan oleh burung, manusia, atau hewan, maka semua itu dicatat sebagai sedekah bagi orang yang menanamnya.
Bahkan jika hasil tanaman itu dicuri, tetap bernilai pahala bagi penanamnya.