Teks Khutbah Jumat 24 Oktober 2025: Oktober Bulan Santri, Kiai dan Pesantren

Teks Khutbah Jumat
Teks khutbah jumat tentang pesantren, kiai dan santri. (Unsplash/sam sul)
0 Komentar

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,

Peran pesantren dalam sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjuangan kemerdekaan.

Sejak masa penjajahan, pesantren telah menjadi pusat pendidikan, perlawanan, dan pergerakan sosial.

Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi tonggak sejarah yang menginspirasi lahirnya Hari Santri. Seruan itu menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari iman.

Baca Juga:Teks Khutbah Jumat 17 Oktober 2025: Menjaga Alam Sebagai Amanah dari AllahTeks Khutbah Jumat 17 Oktober 2025: Menggapai Berkah dengan Menjadi Pedagang yang Jujur di Era Digital

Jika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, maka ujian pertama yang dihadapi bangsa Indonesia terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya.

Pertanyaannya: Siapa yang mengerjakan ujian pertama bangsa Indonesia tersebut? Jawabannya adalah para kiai dan santri yang dipompa semangatnya dengan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.

Dari sejarah ini kita bisa memahami bahwa kiai, santri, dan pesantren merupakan aset yang berharga yang harus terus kita rawat.

Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi benteng kebudayaan dan moral bangsa.

Di tengah arus modernisasi dan sekularisasi global, pesantren tetap konsisten menanamkan nilai-nilai ketawaduan, keikhlasan, dan kesetiaan kepada ilmu serta guru.

Pesantren mencetak para generasi yang kuat sebagaimana jawaban dari firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya; maka hendaklah mereka juga takut kepada Allah (dalam urusan anak yatim orang lain), dan hendaklah mereka berkata dengan perkataan yang benar (kepada orang lain yang sedang akan meninggal).”

Sementara para kiai menjadi penjaga warisan spiritual dan moral masyarakat.

Baca Juga:Teks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Mengambil Hikmah dari Pergantian Siang dan MalamTeks Khutbah Jumat 10 Oktober 2025: Pentingnya Peran Ayah dalam Tumbuh Kembang Anak

Bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai panutan dan pengayom yang menuntun umat di jalan tengah, dan sebagai sosok pewaris keilmuan Nabi.

Rasulullah saw bersabda:

إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ

Artinya: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.” (HR Imam Tirmidzi)

Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah,

Di tengah modernitas yang sering menilai segalanya dengan ukuran materi, penghormatan terhadap kiai adalah bentuk menjaga adab dan etika luhur bangsa.

Memuliakan kiai bukan berarti menuhankan manusia, melainkan menghargai ilmu, perjuangan, dan pengorbanan mereka dalam menuntun umat kepada kebaikan.

0 Komentar