Cegah Perkawinan Dini, FPIPS UPI Gandeng Warga Ngamprah Lewat Forum Diskusi Interaktif 

PKM UPI
Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) FPIPS Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) secara interaktif di Kantor Desa Paku Haji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat pada Sabtu (25/10/2025).
0 Komentar

KURASI MEDIA – Tim Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) yang terdiri dari dosen dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (FPIPS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) secara interaktif.

FGD ini mengambil tema Implementasi Pendidikan Aqil-Baligh untuk mencegah terjadinya pernikahan dini yang diselenggarakan di Kantor Desa Paku Haji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat pada Sabtu, 25 Oktober 2025.

Sekretaris Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI, Dr. Siti Komariah, Ph.D mengatakan, PkM Program Studi Pendidikan Sosiologi UPI digelar sebagai upaya untuk membentuk Pola Asuh Orang Tua Sebagai Pencegahan Kenakalan Remaja.

Baca Juga:MBG Aman dan Sehat : APKASI, AKKOPSI dan HAKLI MoU Dorong Percepatan SLHS bagi SPPGPansus 12 Kebut Revisi Perda Kesejahteraan Sosial di Kota Bandung

Hal ini juga, kata ia, untuk mengantisipasi pergaulan bebas di antara remaja yang menyebabkan pernikahan dini (pernikahan anak) di kalangan remaja.

“Dimana remaja tidak memahami fungsi naluri seksual, sehingga menyalurkan nafsu secara keliru (pergaulan bebas, yang berakibat kehamilan pranikah), ungkap Siti Komariah dalam keterangannya.

Menurut Sosiolog alumni Universiti Malaya Kualalumpur ini, masih banyak orang tua yang menganggap tabu membicarakan seksualitas, sehingga anak belajar dari media yang tidak islami.

Akibatnya, ketika terjadi kehamilan pranikah, keluarga memilih jalan pintas menikahkan anak, walaupun belum siap mental dan ekonomi.

Kegiatan FGD yang melibatkan masyarakat Desa Paku Haji, perwakilan Desa Paku Haji, ibu ibu PKK, serta remaja putri ini menekankan pentingnya menekan upaya Pernikahan dini (child early marriage) merupakan pernikahan yang melibatkan satu atau kedua mempelai yang berusia di bawah 18 tahun.

Praktik ini dipandang bermasalah karena memengaruhi hak anak, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan jangka panjang. Hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019, yang mengatur batas umur minimal laki-laki dan perempuan menikah yaitu 19 tahun,” ungkap Siti.

Meskipun angka perkawinan anak menurun, akan tetapi perkawinan anak tetap merupakan isu serius.

Baca Juga:Stunting dan TBC Masih Menjadi Persoalan Serius, Gubernur Ahmad Luthfi Terus Gencarkan Program SpelingMengapa Pemkot Bandung Melarang Siswa Berkunjung ke Bandung Zoo?

Secara nasional angka perkawinan anak turun dari 10,35% (2020/2021) menjadi 6,92% pada 2023 (Kemen PPPA). Data Kemenag, pasangan menikah di bawah 19 tahun menurun: tahun 2022, 8.804 pasangan, tahun 2023, 5.489 pasangan, tahun 2024, 4150 pasangan.

Sementara data di Jawa Barat berkenaan dengan pernikahan dini, pada tahun 2019 tercatat 21.499, tahun 2020 tercatat 9.821 (11,58%), tahun 2021 tercatat (10,35%), tahun 2022 tercatat 5.523 (8,65%), bahkan menurut artikel di jurnal fakultas hukum UNPAD, tahun 2022 pengajuan dispensasi nikah berjumlah 8.607.

0 Komentar