Ketua Bidang Kebijakan Publik KAMMI Bandung, Alvi Rahmat, mengatakan pasal-pasal tersebut akan memicu ketidakpastian hukum dan menempatkan warga pada situasi rawan kriminalisasi.
“Beberapa pasal dalam KUHAP ini berpotensi membuat semua orang bisa terkena proses hukum walaupun tidak melakukan tindak pidana. Jika dibiarkan, kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan tidak akan tercapai,” ujar Alvi.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Daerah KAMMI Bandung, Rian Trianoto, menilai pembaruan hukum harus tetap mengedepankan perlindungan HAM dan tidak memperbesar potensi kesewenang-wenangan aparat.
Baca Juga:Kebijakan Hukum Baru untuk UMKM di 2025: Legalitas, Perpajakan, dan DigitalisasiKementerian ESDM Tinjau Operasi Pertamina di Sumsel, Optimalisasi Produksi & Keselamatan Pekerja Terpenuhi
“Pembaruan hukum dalam KUHAP ini seharusnya progresif. Tetapi pasal-pasal bermasalah ini justru berpotensi disalahgunakan dan bisa membungkam kritik, termasuk oleh mahasiswa,” tegasnya.
Pernyataan Sikap KAMMI Bandung
KAMMI Bandung menyampaikan lima tuntutan resmi:
- Mendesak pemerintah dan DPR merevisi pasal-pasal KUHAP yang berpotensi disalahgunakan aparat.
- Menuntut penguatan peran dan fungsi pengawasan hakim dalam setiap tindakan upaya paksa.
- Menolak penyalahgunaan restorative justice untuk memaksa pengakuan dari pihak yang tidak bersalah.
- Mendesak adanya jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia dalam seluruh proses hukum.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait pasal-pasal bermasalah dalam KUHAP.
KAMMI Bandung menegaskan akan terus mengawal isu KUHAP dan mendorong pemerintah menjalankan reformasi hukum yang adil, transparan, serta berorientasi pada perlindungan hak warga negara. (**)
