KURASI MEDIA – Guru di Indonesia kini menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Fokus mereka untuk mencerdaskan siswa sering kali bergeser karena harus berhadapan dengan persoalan kedisiplinan dan etika di sekolah. Tidak jarang, guru justru menghabiskan banyak waktu untuk menangani siswa yang kurang menghargai sopan santun serta menghadapi orang tua yang tidak menerima jika anaknya diberi tindakan tegas.
Situasi ini memunculkan pertanyaan reflektif:
“Sebagai guru, apakah saya masih mengajar dengan hati atau hanya menggugurkan administrasi?”
Guru adalah agen pembelajaran dan agen peradaban. Mereka mengemban tugas profetik untuk mencerdaskan, membangun nalar kritis, menjernihkan hati, dan menumbuhkan akhlak mulia. Peran tersebut sangat besar dalam perjalanan bangsa ini. Namun, tanggung jawab pendidikan anak yang pertama dan utama tetap berada pada orang tua dan keluarga. Guru membutuhkan dukungan orang tua untuk membantu menanamkan nilai etika dan karakter sejak dari rumah. Komunikasi yang baik, kerja sama yang kuat, dan sikap saling menghargai menjadi kunci keberhasilan pendidikan.
Baca Juga:7 Perawatan Wajib Setelah Touring Jarak Jauh, Biar Motor Tetap PrimaTelkom Salurkan 111.500 GB Kuota Internet ke 21 Sekolah di Wilayah 3T
Jangan Jadikan Guru Kambing Hitam. Sangat disayangkan apabila muncul paradigma bahwa ketika masalah terjadi di sekolah, guru menjadi pihak pertama yang disalahkan sebelum didengarkan. Padahal kondisi di lapangan masih jauh dari ideal.
Fakta yang tidak dapat dipungkiri:
1. Banyak guru yang bertahan hidup dengan gaji belum layak
2. Peluang pelatihan dan peningkatan kompetensi yang tidak merata
3. Fasilitas belajar di beberapa daerah masih minim
4. Administrasi yang menumpuk hingga mengurangi waktu berkualitas dengan siswa
Badan Pusat Statistik Indonesia. (21 November 2025). Statistik Pendidikan 2025. https://www.bps.go.id/id/publication/2025/11/21/d048070f37740b0e04d99350/statistik-pendidikan-2025.html
5. Dukungan untuk kesehatan mental guru masih sangat kurang
(Menurut survei RAND tahun 2024 terhadap hampir 1.500 guru, 60% pendidik K-12 mengalami kelelahan, dengan alasan bahwa stres dan kekecewaan dalam mengajar karena gaji yang tidak sepadan)
Semua ini menjadi beban yang memperberat langkah guru dalam menjalankan tugasnya secara maksimal. Pada Hari Guru Nasional ini, sejatinya guru tidak membutuhkan apresiasi yang sekadar seremoni atau ucapan tanpa aksi nyata. Yang lebih mereka butuhkan adalah dukungan konkret dari pemerintah, sekolah, masyarakat, dan terutama orang tua, agar guru dapat mengajar tanpa harus mengorbankan kesejahteraan hidupnya sendiri.
