Mendorong Energi Bersih Melalui Panas Bumi: Fakta Ilmiah dan Praktik Pengelolaan yang Aman

Mendorong Energi Bersih Melalui Panas Bumi: Fakta Ilmiah dan Praktik Pengelolaan yang Aman
Mendorong Energi Bersih Melalui Panas Bumi: Fakta Ilmiah dan Praktik Pengelolaan yang Aman
0 Komentar

KURASI MEDIA – Dengan potensi panas bumi Indonesia mencapai 23,7 gigawatt (GW)—sekitar 40 persen dari total potensi geothermal dunia—energi panas bumi menawarkan peluang besar untuk menghadirkan listrik bersih dan andal bagi berbagai wilayah. Jawa Barat, sebagai salah satu provinsi dengan kapasitas terpasang geothermal terbesar di Indonesia, berperan penting dalam mendukung transisi energi melalui penyediaan pasokan listrik rendah emisi yang konsisten.

Di tengah meningkatnya kebutuhan listrik dan tuntutan akan sumber energi yang lebih ramah lingkungan, panas bumi memberikan solusi jangka panjang yang mampu memenuhi kebutuhan daerah sekaligus menjaga keberlanjutan ekosistem.

Pemanfaatan geothermal tersebut turut dirasakan masyarakat Jawa Barat melalui peningkatan keandalan sistem kelistrikan. Dengan kapasitas terpasang lebih dari 1.100 MW, pembangkit-pembangkit geothermal di provinsi ini memasok sebagian kebutuhan sistem Jawa–Bali, jaringan kelistrikan terbesar di Indonesia. Kontribusi ini membantu menjaga stabilitas pasokan listrik di layanan publik, permukiman, dan pusat ekonomi, sehingga manfaat energi bersih dapat dinikmati secara lebih merata oleh masyarakat.

Baca Juga:Sesar Lembang Mengancam Bandung, BPBD Siapkan Alat Geotrack dan Konten Edukasi GempaBandung Dorong Pemilahan Sampah dari Sumber: Empat RT Jadi Percontohan ISWMP

Berbagai Temuan dan Dukungan Fakta Ilmiah

Kajian hidrologi dan praktik teknis menunjukkan bahwa pemanfaatan panas bumi tidak mengganggu sumber air masyarakat. Berdasarkan pedoman teknis Direktorat Panas Bumi dan data hidrogeologi Badan Geologi ESDM, reservoir panas bumi umumnya berada pada kedalaman sekitar 1.000–3.000 meter, jauh di bawah akuifer air tanah dangkal yang berada pada kisaran 10–300 meter. Perbedaan lapisan geologi ini memastikan kedua sistem tidak saling berinteraksi.

Melalui sistem tertutup (closed loop), fluida panas yang dimanfaatkan dikembalikan ke dalam bumi dan tidak menghasilkan pembuangan limbah cair di permukaan. Uap putih yang terlihat dari fasilitas geothermal merupakan uap air murni (H₂O), bukan emisi berbahaya. Konstruksi sumur geothermal yang menggunakan baja dan semen berlapis juga memastikan tidak adanya kontak antara fluida panas bumi dan sumber air dangkal. Temuan ilmiah ini menegaskan bahwa teknologi geothermal dapat dioperasikan dengan aman tanpa mengganggu ketersediaan air bagi masyarakat.

Pakar geothermal dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ali Ashat, menegaskan keunggulan lingkungan energi ini. “Jika pembangkit batu bara menghasilkan emisi karbon dioksida hingga 1.000 gCO₂/kWh, geothermal hanya sekitar 100 gCO₂/kWh atau bahkan lebih rendah,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa sumber panas bumi berada jauh di bawah permukaan sehingga tidak berinteraksi dengan air tanah warga.

0 Komentar