Nilai Matematika Siswa di TKA 2025 “Jeblok”: Haruskah Menyalahkan Guru?

Nilai Matematika Siswa di TKA 2025 “Jeblok”: Haruskah Menyalahkan Guru?
Nilai Matematika Siswa di TKA 2025 “Jeblok”: Haruskah Menyalahkan Guru? Penulis: Nana Diana Mahasiswa Doktoral pada Prodi Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia  
0 Komentar

KURASI MEDIA – Hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) Matematika yang rendah memunculkan pernyataan dari Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) bahwa itu salah guru. Benarkah hal itu? Berita tentang pernyataan Mendikdasmen sempat riuh ditanggapi banyak pihak dengan beragam pendapat, termasuk yang menyayangkan pernyataan tersebut dengan penuh keprihatinan. Hal tersebut menambah jajaran pejabat publik yang merespons situasi nasional melalui pernyataan yang tidak bijaksana. Publik kecewa dan menyayangkan pernyataan beliau yang terlalu premature tanpa memastikan terlebih dahulu akar penyebab masalah sebenarnya sehingga berpotensi melukai perasaan guru. Lalu, apakah TKA ini memang dihadirkan untuk sekedar “eksperimen kebijakan” tanpa pertimbangan matang sehingga hasil buruknya menjadi ajang saling tuduh atas belum baiknya sistem pendidikan saat ini?

Jika kembali ke awal mulanya TKA direncanakan, kita mengetahui bahwa kebijakan ini merupakan sistem ujian yang sangat identik dengan Ujian Nasional (UN) yang terkahir dilaksanakan tahun 2020. Sebelumnya pemerintah sempat menerapkan asesmen terhadap pelaksanaan pendidikan di tingkat nasional melalui skema Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM mengukur banyak hal, di antaranya literasi dan numerasi siswa, kondisi lingkungan belajar, dan kompetensi guru. Tentu format evaluasi seperti ini tidak dapat menggambarkan kemampuan masing-masing siswa secara individual, melainkan “hanya” menggambarkan kondisi umum dari satuan pendidikan tertentu. Dengan kata lain, AKM ini tidak dapat mengevaluasi kompetensi minimum yang dimiliki siswa secara personal.

Selama ini evaluasi terhadap siswa secara personal hanya didasarkan pada nilai rapor. Pertanyaannya, apakah ada jaminan bahwa nilai rapor tersebut benar-benar apa adanya? Di sejumlah tempat ada orang tua yang meminta guru “mencuci rapor” anaknya agar dapat masuk ke sekolah favorit dambaannya. Di tempat lain, ada juga dosen yang mengeluh bahwa nilai rapor siswa yang tinggi tidak menjamin prestasi mereka setelah menjadi mahasiswa “selamat” di kampus. Keluhan demi keluhan ini akhirnya memunculkan wacana baru yang kemudian diimplementasikan, yaitu TKA. Sebagaimana diketahui bahwa TKA adalah evaluasi nasional yang tidak bersifat wajib untuk semua siswa, hanya digunakan untuk syarat pendaftaran Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) bagi para calon mahasiswa baru yang sebelumnya bernama seleksi mahasiswa baru jalur undangan.

0 Komentar