Guru, walau bagaimanapun, adalah ujung panah yang harus siap menancapkan “anak panah” pengetahuan dan keterampilan ke hati sanubari siswa yang dididiknya. Sekadar catatan, tipikal siswa saat ini berbeda dengan siswa masa lalu. Mereka adalah generasi digital yang terlahir di tengah pesatnya perkembangan teknologi. Guru saat ini harus adaptif dan kreatif sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan zaman yang tentu saja berbeda dengan zaman ketika dulu mereka menjadi siswa. Strategi mengajarnya pun perlu disesuaikan agar tidak melulu berceramah, tetapi menerapkan berbagai model dan pendekatan serta beragam teknik dan taktik pembelajaran yang seirama dengan kebutuhan dan potensi belajar siswa.
Lalu, apakah pendidikan cukup dan terhenti di ruang kelas saja? Tentu tidak, karena TKA merupakan indikator keberhasilan siswa secara personal yang sifatnya relatif objektif dibandingkan dengan pola atau format lainnya yang setara. Di samping itu, hal lain yang tentu saja penting adalah dukungan orang tua terhadap anaknya. Banyak fakta menunjukkan bahwa siswa yang berpretasi adalah anak yang mendapatkan dukungan penuh dari orang tua dan keluarganya. Oleh karena itu, para orang tua harus selalu hadir mendampingi pada setiap tahapan proses pendidikan anaknya. Karena setiap orang tua sejatinya adalah “rekan sejawat” para guru yang mendidik anak-anaknya. Apabila kerja sama dan berbagi tanggung jawab di antara orang tua dan guru seyogianya terjalin sinergis, maka segenap kebutuhan belajar para siswa dapat terpenuhi secara maksimal, baik di sekolah maupun di lingkungan luar sekolah, yang pada gilirannya akan mengoptimalkan potensi setiap siswa dengan caranya masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas, akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa nilai matematika siswa pada TKA 2025 “jeblok” bukan sepenuhnya kesalahan guru. Semua pihak boleh jadi menyumbang kekeliruan, karena proses dan hasil pendidikan sesungguhnya adalah tanggung jawab bersama, sehingga hasil dari pelaksanaannya harus menjadin refleksi dan evaluasi semua elemen yang terkait. Pelajaran berharga lainnya adalah penentu kebijakan tidak boleh lagi terburu-buru dalam membuat pernyataan yang krusial dan menyangkut kepentingan publik, karena dapat menyesatkan, isu TKA (Tes Kompetensi Akademik) tidak terkecuali. Setiap kebijakan harus dikaji secara matang dan menyeluruh, baik buruknya dan untung ruginya, terlebih yang menyangkut hajat orang banyak. Semoga! (**)
