Tidak semua ketidaksepakatan harus dimenangkan, apalagi dengan cara saling merendahkan. Menerima kenyataan bahwa orang lain berhak memiliki pandangan berbeda adalah hal penting dalam membangun masyarakat yang sehat dan beradab.
Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pernah berpesan kepada umat Islam dengan sebuah pesan bijak: “Jangan jadikan perbedaan pendapat sebagai sebab perpecahan dan permusuhan.
Karena yang demikian itu merupakan kejahatan besar yang bisa meruntuhkan bangunan masyarakat, dan menutup pintu kebaikan di penjuru mana saja.”
Baca Juga:Cek Harga Emas di Pegadaian Hari Ini, Kamis 18 Desember 2025TelkomGroup Salurkan Bantuan Kemanusiaan dan Aktifkan 13 Titik Internet Satelit untuk Korban Bencana Sumatra
Hal ini selaras dengan hadits Rasulullah yang mengibaratkan kebersamaan umat Islam seperti kekompakan anggota tubuh:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى. (رواه مسلم)
Artinya, “Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR Muslim)
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat rahimakumullah,
Sikap kedua adalah mengutamakan dialog dan tabayun sebagai kunci utama dalam menyikapi perbedaan. Banyak persoalan di tengah masyarakat membesar bukan karena substansinya, melainkan karena miskomunikasi dan prasangka.
Terlebih di era digital muncul fenomena banyak orang berkomentar dan mengkritik namun tidak tahu dan memahami duduk permasalahannya. Mereka dengan mudahnya melontarkan pernyataan seakan mereka yang paling paham.
Dialog yang jujur, terbuka, dan saling mendengarkan akan membantu menemukan titik temu atau setidaknya saling memahami alasan di balik perbedaan pendapat tersebut. Dalam Al-Qur’an kita diperintahkan untuk bermusyawarah dalam segala masalah:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Artinya: “Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Ma’asyiral Muslimin Jamaah Jumat rahimakumullah,
Sikap ketiga adalah menjaga etika dalam menyampaikan pendapat. Kebebasan berpendapat harus diiringi dengan tanggung jawab moral.
Baca Juga:PLN UID Jawa Barat Dukung Kegiatan Komunitas Kendaraan Listrik “EVenture Siaga SPKLU Nataru”Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini, Kamis 18 Desember 2025
Bahasa yang santun, tidak provokatif, serta menghindari ujaran kebencian menunjukkan kedewasaan seseorang dalam bersikap.
