Social Quotient Paparkan Optimisme Tinggi Ekonomi Indonesia, Namun Tiga Isu Kritis Menjadi Tantangan Nyata

Social
Social Quotient Paparkan Optimisme Tinggi untuk Ekonomi Indonesia, Namun Tiga Isu Kritis Menjadi Tantangan Nyata
0 Komentar

KURASI MEDIA, Jakarta — Target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8% bukan sekadar angka makroekonomi, melainkan arah nasional yang menuntut kesiapan kolektif lintas sektor.

Untuk mewujudkannya, Indonesia perlu mengaktifkan dua mesin pertumbuhan utama, Transformation dan Acceleration, yang jika bekerja simultan memperkuat fondasi ekonomi sekaligus mengeksekusi agenda pertumbuhan dengan kecepatan, disiplin dan transparansi.

Kerangka ini yang menjadi fokus utama Big Alpha Business Summit 2025, forum bisnis yang digelar oleh Big Alpha dan didukung oleh Social Quotient pada Jumat (19/12) di Jakarta.

Baca Juga:Membaca Arah Pasar & Kebijakan 2026, Social Quotient Yakini Social Listening Jadi Fondasi Keputusan EksekutifHonda Tampil Memikat di Social Chic 2025 Bandung, Hadirkan Scoopy x Paddy dan Promo Potongan Hingga Rp4,3 Juta

Pada ajang Big Alpha Business Summit 2025, Social Quotient, sebuah entitas berbasis teknologi yang berfokus pada pelaporan sentimen media sosial, memaparkan gambaran percakapan publik terkait perekonomian nasional.

Direktur Social Quotient, Manbir Chyle, menyampaikan temuan utama dari analisis mendalam terhadap lebih dari 1,73 juta percakapan daring yang berlangsung pada periode 1 September hingga 30 November 2025. Hasil analisis tersebut memperlihatkan potret optimisme kolektif yang dibarengi sikap kehati-hatian, di mana kepercayaan terhadap masa depan Indonesia berjalan beriringan dengan kekhawatiran atas sejumlah persoalan struktural yang mengakar.

Analisis yang bersumber dari berbagai platform, mulai dari X, Facebook, Instagram, hingga TikTok, menunjukkan bahwa mayoritas warganet memandang posisi Indonesia secara positif dalam lanskap global. Keyakinan bahwa Indonesia berpotensi menjadi kekuatan ekonomi dunia setelah Amerika Serikat dan Tiongkok kerap mengemuka, didorong oleh kesadaran akan kekayaan sumber daya alam, letak geografis yang strategis, serta bonus demografi berupa angkatan kerja muda yang produktif. Sentimen positif ini menguat pasca kunjungan kerja Presiden Prabowo Subianto ke Kanada dan Brasil, yang dipersepsikan publik sebagai langkah konkret membuka peluang kemitraan ekonomi baru.

Figur Menteri Keuangan Purbaya Yudhi turut muncul sebagai salah satu pemicu optimisme. Gaya komunikasinya yang lugas serta kebijakan pro-rakyat mendapat respons positif, termasuk dukungan terhadap keputusan pemerintah mengucurkan Rp200 triliun ke perbankan BUMN guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Warganet juga menilai pendekatannya yang menekankan penguatan fundamental ekonomi sebelum agresif menarik investasi asing sebagai langkah yang realistis dan berkelanjutan.

Namun demikian, di balik optimisme tersebut, analisis Social Quotient juga mengidentifikasi tiga isu kekhawatiran utama yang konsisten muncul dan berpotensi menghambat laju transformasi dan akselerasi ekonomi. *Pertama*, persoalan kerusakan lingkungan dan bencana alam, seperti banjir dan longsor di Sumatera, memicu kritik tajam terhadap model pembangunan yang dinilai mengabaikan keberlanjutan ekologis. Hal ini menandakan meningkatnya kesadaran publik akan pentingnya pertumbuhan yang hijau dan inklusif.

0 Komentar