Review Film Sijjin 2023: Horor Indonesia yang Lahir dari Adaptasi Siccin, Meski Masih Terselip Kejanggalan

Review Film Sijjin 2023: Horor Indonesia yang Lahir dari Adaptasi Siccin, Meski Masih Terselip Kejanggalan
Seiring dengan perkembangan industri film Indonesia, Sijjin (2023) muncul sebagai contoh unik dari adaptasi film asing, khususnya dalam genre horor.
0 Komentar

KURASI MEDIA – Seiring dengan perkembangan industri film Indonesia, Sijjin (2023) muncul sebagai contoh unik dari adaptasi film asing, khususnya dalam genre horor. Film ini, yang diadaptasi dari Siccin (2014), awalnya membuat saya skeptis, mengingat versi Turki-nya memiliki keanehan dalam alur cerita dan tuntutan pemirsa untuk berpikir ekstra.

Namun, dengan Lele Laila sebagai penulis naskah dan Rapi Film sebagai produser, Sijjin membuktikan dirinya sebagai usaha yang berhasil untuk memperbaiki dan mengadaptasi cerita aslinya. Meski demikian, ada beberapa kejanggalan yang tak bisa diabaikan.

Lele Laila, yang sebelumnya terlibat dalam KKN Di Desa Penari (2020), menunjukkan kemajuan dalam menggarap film horor. Meskipun beberapa gaya sinetron masih terlihat, upayanya untuk melokalkan cerita dengan latar di sekitar Pandeglang dan penggunaan bahasa daerah memberikan sentuhan unik pada versi Indonesia.

Baca Juga:5 Tips Pilih Ikan yang Fresh, Jangan Sampe Kena Tipu!Rahasia Sukses Cari Uang Tanpa Modal, Auto Kaya!

Namun, beberapa hal masih mengecewakan. Pertama, latar cerita yang kurang jelas dalam Sijjin membuat penonton harus berusaha menebak kapan cerita terjadi. Berbeda dengan Siccin, yang dengan mudah memandu penonton melalui lima hari horor dengan alur narasi yang lebih terstruktur.

Tampaknya, Sijjin hanya memoles cerita Siccin tanpa banyak perubahan substansial, membuatnya terasa seperti penggarapan ulang daripada adaptasi yang kreatif. Meskipun ini mungkin terkait dengan perjanjian bisnis lisensi, tetapi hal ini mengurangi keunikannya sebagai film adaptasi.

Kedua, aspek teror dan kemistisan dalam Sijjin tidak sepenuhnya menggigit seperti dalam versi Turki. Beberapa adegan yang membuat merinding dan jijik dalam Siccin tampaknya kurang kuat dalam versi Indonesia. Penggunaan kerbau sebagai pengganti babi dalam ritual juga kehilangan efek dramatis yang dimiliki versi aslinya.

Selain itu, dialog-dialog mengenai sijjin masih terasa mengambang dan kurang terkait dengan cerita utama. Ini menjadi kekurangan krusial, mengingat kisah aslinya juga tidak begitu jelas dalam hal ini.

Meskipun demikian, film ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki keahlian dalam menggarap film horor. Namun, untuk mencapai potensi penuhnya, industri film Indonesia perlu lebih percaya diri dalam mengangkat potensi dan folklor lokal tanpa terlalu terikat pada pakem-pakem film asing. Sijjin (2023) adalah langkah kecil menuju arah tersebut, walaupun masih terselip kejanggalan yang perlu diperhatikan.

0 Komentar