“Banyak masyarakat yang mengenal layanan jasa keuangan namun tidak memahami risiko yang ada di belakang. Jangan sampai karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, masyarakat salah dalam mengakses layanan jasa keuangan yang ilegal,” ujar Cucun.
Maraknya kasus pinjaman online ilegal dan investasi bodong, ia menambahkan, disebabkan karena rendahnya literasi dan pengetahuan masyarakat akan produk/jasa layanan keuangan serta kondisi ekonomi masyarakat yang terhimpit oleh kebutuhan.
“Hari ini kita melihat banyaknya korban dari pinjol ilegal dan investasi abal-abal dengan tawaran menggiurkan, hal itu menandakan rendahnya literasi keuangan masyarakat kita khususnya masyarakat yang ada di desa,” jelas Kang Haji Cucun.
Baca Juga:Jalan Pagi di Situ Buleud, Ahmad Syaikhu Bicara Soal UMKM, Kesehatan hingga Pemilih PemulaPasangan ASIH Bertekad Tingkatkan Layanan Kesehatan Seluruh Pedesaan di Jabar
Sementara itu, Senior Deputi Direktur Pengawasan Perilaku, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Teguh Dinurahayu menjelaskan bahwa layanan jasa keuangan itu adalah hal yang setiap harinya bersentuhan dengan masyarakat.
Mulai dari bank emok yang eksis di masyarakat Kabupaten Bandung sampai pinjaman online, baik yang secara resmi terdaftar di OJK maupun tidak terdaftar.
“Kemajuan teknologi digital kini memungkinkan penyedia layanan/produk jasa keuangan untuk menghadirkan layanan dan produknya secara lebih cepat, fleksibel dan efisien” ujar Teguh.
Senior Deputi OJK ini mengatakan bahwa ketidakpahaman masyarakat pada berbagai layanan jasa keuangan akan berujung pada pememilihan produk jasa layanan keuangan yang salah/ilegal dan justru merugikan konsumen.
Oleh karena itu, kata Teguh, sosialisasi jasa keuangan seperti yang dilakukan Kang Haji Cucun sangat penting demi mengedukasi masyarakat agar tidak terjerat pinjol maupun tergiur investigasi bodong atau ilegal.
“Karena kurangnya pengetahuan masyarakat dapat membawa kita kepada keputusan pemilihan produk yang salah, tidak sesuai kebutuhan dan malah merugikan konsumen,” ungkapnya. ()