Sertifikat Elektronik Menuai Polemik, Rahma Mery: Pemerintah Masih Belum Rapih dalam Hal Administrasi

Penyerahan sertifikat elektronik
Nusron Wahid (kiri) menyerahkan sertifikat tanah kepada perwakilan pengurus rumah ibadah di Ruang Pola Kantor Gubernur Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara. (sumber: Antara/Andry Denisah)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Imbauan terkait pengubahan sertifikat tanah lama menjadi sertifikat elektronik dilakukan pemerintah melalui Kementrian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertahanan Nasional (ATR/BPN).

Imbauan ini dilakukan mengingat sertifikat tanah yang lama dinilai berpotensi menimbulkan masalah. Nusron Wahid selaku Menteri ATR/BPN mengajak Masyarakat yang mempunyai sertifikat tanah yang lama untuk segera merubah ke bentuk elektronik atau dia menyebutnya sebagai sertipikat-el. Hal tersebut mengingat tingginya potensi persengketaan lahan akibat ketidakjelasan pemilik tanah.

“Ada sertifikatnya, di belakangnya tidak ada peta kadastral sehingga itu potensi tidak diketahui dimana lokasinya dan potensi bisa diserobot orang,” kata Nusron pada Rabu (19/4/2025). Menurut Nusron, adanya kebijakan ini merupakan imbas dari banyaknya kasus persengketaan terutama di Kawasan Jabodetabek. Selain itu, Nusron menilai pendatang yang tinggal di Jabodetabek kebanyakan tidak mengetahui Riwayat tanah yang dimilikinya.

Menuai berbagai polemik

Baca Juga:Beberapa Makanan Ini Dipercaya Dapat Mengatasi Sembelit Akibat Kebanyakan Makan DagingAlasan Mengapa Beberapa Sayuran Hijau Berikut Harus Masuk dalam Daftar Masakan Sehari-hari

Meskipun begitu, imbauan mengenai transformasi digital terkait sertifikat ini tak luput menuai polemik. Banyak Masyarakat yang khawatir mengingat beberapa berita mengenai kebocoran data masih kerap terjadi. Salah satu tanggapan dayang dari Rahma Mery selaku pengajar hukum agraria.

“Terus terang saya tidak percaya sama sekali dengan keamanan digital yang dimiliki oleh pemerintah. Karena ya terbukti beberapa kali kan jebol termasuk institusi-institusi yang terpercaya,” ujar Rahma. Rahma juga menilai jika pemerintah masih belum rapi dalam pengadministrasian. “Pengalaman selama ini BPN ini adalah institusi yang secara administrasi sebenarnya kurang rapi,” tambahnya.

Selain itu, komentar juga dilontarkan publik. “Diubah elektronik, begitu server komputernya di-hack, hilang semua tuh tanah,” tulis salah satu cuitan warga X. sebuah akun lain juga turut mengomentari “disuruh bayar untuk kerjaan dia… terus barang kita diambil,” tulis warga lain.

Selain keamanan yang diragukan, banyak publik juga mempertanyakan perihal kewajiban membayar uang sebesar Rp.50.000 yang tak lain sebagai biaya untuk mengubah sertifikat tanah menjadi e-certificate. Publik menilai kebijakan ini bukanlah keinginan mereka, jadi tidak semestinya masyarkat keluar biaya.

0 Komentar