Harga minyak Naik Tajam, Dampak Perang Iran VS Israel

Harga minyak Naik Tajam, Dampak Perang Iran VS Israel (sumber gambar : wikipedia)
Harga minyak Naik Tajam, Dampak Perang Iran VS Israel
0 Komentar

KURASI MEDIA –

Harga minyak naik tajam sebesar 7 persen menyusul serangan udara balasan antara Israel dan Iran. Para investor merasa khawatir konflik ini bisa mengganggu pasokan minyak dari wilayah Timur Tengah.

Minyak mentah Brent untuk kontrak berjangka ditutup pada harga US$ 74,23 per barel, meningkat US$ 4,87 atau 7,02 persen. Sebelumnya, harga sempat melonjak lebih dari 13 persen ke level tertinggi intraday sebesar US$ 78,50, yakni harga tertinggi sejak 27 Januari. Dibandingkan dengan pekan lalu, harga minyak mentah Brent kini meningkat sekitar 12,5 persen.

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat ditutup pada harga US$ 72,98 per barel, mengalami kenaikan sebesar US$ 4,94 atau 7,62 persen. Selama sesi perdagangan, harga WTI sempat melonjak lebih dari 14 persen mencapai level tertinggi sejak 21 Januari, yaitu US$ 77,62. Jika dibandingkan dengan pekan lalu, harga WTI meningkat sekitar 13 persen.

Baca Juga:Menteri Tenaga Kerja Lebanon Sebut Siap Hadapi Perang Lawan Israel Beberapa Negara di Eropa Gelar Aksi Solidaritas Bela Palestina

Mengutip Reuters pada Sabtu (14 Juni 2025), kedua jenis minyak tersebut mencatatkan fluktuasi harga intraday terbesar sejak tahun 2022, saat invasi Rusia ke Ukraina memicu kenaikan tajam harga energi.

Israel menyatakan akan menargetkan fasilitas nuklir Iran, pabrik rudal balistik, serta markas militer. Sebagai balasan, Iran melancarkan serangan rudal ke sejumlah wilayah di Israel, dengan rudal-rudal tersebut mengenai bangunan-bangunan di Tel Aviv.

Menurut Perusahaan Penyulingan dan Distribusi Minyak Nasional Iran, fasilitas penyulingan dan penyimpanan minyak tetap utuh dan beroperasi seperti biasa. Iran, yang merupakan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), saat ini memproduksi sekitar 3,3 juta barel minyak per hari dan mengekspor lebih dari 2 juta barel per hari dalam bentuk minyak dan bahan bakar.

Para investor merasa khawatir akan potensi gangguan di Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang dilalui oleh Arab Saudi, Kuwait, Irak, dan Iran untuk ekspor minyak. (*)

0 Komentar