Pemakzulan Gibran Secara Hukum Dinilai Memenuhi Syarat

Pemakzulan Gibran Secara Hukum Dinilai Memenuhi Syarat
Pemakzulan Gibran Secara Hukum Dinilai Memenuhi Syarat (wikipedia)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menyatakan bahwa secara hukum, syarat-syarat pemakzulan terhadap Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka sebenarnya telah terpenuhi jika mengacu pada ketentuan dalam konstitusi.

Pernyataan ini ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam diskusi publik bertajuk “Menuju Pemakzulan Gibran: Sampai Kemana DPR Melangkah?” yang diselenggarakan oleh Formappi.

“Ada tiga dasar hukum untuk pemakzulan sebagaimana tercantum dalam Pasal 7, khususnya Pasal 7A dan 7B UUD 1945, yaitu: pelanggaran pidana, pelanggaran administratif, dan perbuatan tercela,” ujarnya pada Rabu, 18 Juni 2025.

Baca Juga:Gibran Kembali Mengajak Masyarakat Menggunakan Program “Lapor Mas Wapres”Sertifikat Elektronik Menuai Polemik, Rahma Mery: Pemerintah Masih Belum Rapih dalam Hal Administrasi

“Perbuatan tercela? Banyak sekali. Ada Fufufafa, nepotisme,” ujar Zainal Arifin Mochtar, yang akrab disapa Uceng, dengan tegas.

Uceng menilai bahwa dari sisi konstruksi hukum, pemakzulan terhadap Gibran sebenarnya memungkinkan untuk dilakukan. Namun, hambatan utama justru muncul di aspek politik.

Ia memaparkan bahwa proses pemakzulan di DPR harus melalui sejumlah tahapan, termasuk penggunaan hak menyatakan pendapat yang hanya bisa dijalankan jika memenuhi kuorum dan mendapat dukungan mayoritas anggota dewan.

“Kalau koalisi pendukung Prabowo-Gibran masih solid dan kuat, maka secara matematis akan sulit untuk mencapai tahap penggunaan hak menyatakan pendapat. Itu jika kita melihat berdasarkan komposisi Uceng juga menyoroti Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu kendala besar dalam upaya pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

“Dengan segala hormat, saya pribadi sulit melihat MK sebagai lembaga hukum yang netral. Bagi saya, MK kini lebih menyerupai entitas politik,” sindirnya.

Uceng menambahkan, sekalipun MK menyetujui proses pemakzulan, DPR tetap harus melibatkan DPD untuk kemudian menggelar Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

“MPR terdiri dari lebih dari 700 anggota, yang masing-masing datang dengan latar belakang dan kepentingan politik yang beragam,” tutupnya.

koalisi pemerintahan saat ini,” jelasnya. (*)

0 Komentar