Malam Satu Suro di Era Modern: Antara Tradisi, Takut, dan Transformasi Makna

Malam Satu Suro di Era Modern: Antara Tradisi, Takut, dan Transformasi Makna
Malam Satu Suro di Era Modern: Antara Tradisi, Takut, dan Transformasi Makna (Sumber Foto: Freepik)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Di tengah gemerlap era digital dan serba cepat ini tradisi tersebut masih dipegang teguh oleh banyak masyarakat Jawa, malam satu suro tetap menjadi malam yang penuh aura misteri dan penghormatan. Meskipun zaman telah berubah, banyak masyarakat Jawa bahkan generasi muda masih menjaga tradisi dan makna spiritual yang melekat pada malam ini.

Dulu, malam Suro dikenal dengan larangan pesta, pantangan bepergian jauh, hingga ritual sunyi seperti tirakat, kungkum, atau tapa bisu. Kini, di era modern, bentuknya bergeser dari yang dulu dilakukan secara fisik dan sakral, menjadi bentuk kontemplasi pribadi seperti puasa media sosial, menyepi dari keramaian, hingga ikut kajian spiritual daring.

Makna yang Tetap Relevan di Jaman Serba Cepat

Meski tidak semua orang lagi percaya pada mitos-mitos seperti munculnya makhluk halus atau benda pusaka yang “bergerak”, nilai introspeksi diri, memulai tahun baru dengan hati bersih, dan menghormati tradisi leluhur tetap menjadi fondasi utama.

Baca Juga:Putin dan Menteri Luar Negeri Iran Bertemu di Moskow, Rusia Janjikan Dukungan untuk IranPunya Uang Salah Cetak? Jangan Dibelanjakan! Bisa Laku Jutaan Rupiah!

Bagi sebagian orang modern, malam satu Suro menjadi waktu untuk detoks mental, rehat dari hiruk-pikuk dunia digital, dan mengisi jiwa dengan hal-hal yang lebih bermakna.

Malam satu Suro di era modern bukan lagi soal ketakutan, tapi tentang bagaimana kita memaknai kembali sebuah malam sakral dengan cara yang relevan tanpa meninggalkan akar budaya.Teknologi boleh maju, tapi nilai-nilai kearifan lokal tetap layak dijaga.

0 Komentar