Kasus Perundungan Pelajar SMP di Ciparay Berakhir Damai, Polisi Tempuh Jalur Restoratif

Kasus Perundungan Pelajar SMP di Ciparay Berakhir Damai, Polisi Tempuh Jalur Restoratif
Kasus Perundungan Pelajar SMP di Ciparay Berakhir Damai, Polisi Tempuh Jalur Restoratif (Sumber Foto : jppn.com)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Kasus perundungan terhadap seorang pelajar SMP di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, yang sempat viral di media sosial, kini diselesaikan secara damai melalui jalur restorative justice dan diversi.

Korban diketahui berusia 13 tahun, sementara tiga pelaku terdiri dari MF (20) dan dua remaja lainnya yang masih di bawah umur.

Kasatreskrim Polresta Bandung, Kompol Luthfi Olot Gigantara, menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada Mei 2025 lalu. Kasus mencuat ke publik setelah bibi korban menemukan dan mengunggah video kejadian ke media sosial.

Baca Juga:Hamdan ATT Tutup Usia, Lagu-Lagunya Tetap Abadi dan Tak Lekang oleh ZamanResmi! Kepa Arrizabalaga Teken Kontrak Bersama Arsenal

“Setelah video viral, kami langsung bergerak dan menetapkan ketiga pelaku sebagai tersangka,” ujar Luthfi, Rabu (2/7).

Menurut keterangan polisi, kejadian bermula saat korban tengah bermain dengan para pelaku di sebuah rumah kosong. Di lokasi itu, korban dipaksa meminum minuman keras, lalu saat hendak pulang, salah satu pelaku melarang dan mendorongnya hingga jatuh ke dalam sumur. Naas, korban tertimpa batu bata, menyebabkan luka di bagian kepala yang terlihat berdarah dalam video yang beredar.

Korban kemudian menjalani visum dan mendapatkan pendampingan dari Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bandung serta psikolog profesional.

Terkait penanganan hukumnya, dua pelaku di bawah umur menjalani proses diversi sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak. Hasil kesepakatan diversi tersebut akan diajukan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bandung untuk mendapatkan pengesahan resmi.

Sementara itu, terhadap MF, proses hukum dilakukan melalui mekanisme restorative justice yang berujung pada kesepakatan damai secara kekeluargaan.

“Semua proses ini dijalankan berdasarkan kesepakatan bersama dengan melibatkan pihak keluarga, dinas sosial, psikolog, dan tokoh masyarakat. Tidak ada tekanan terhadap korban dalam penyelesaian ini,” tegas Luthfi.

Penyelesaian damai tersebut diharapkan menjadi solusi terbaik bagi semua pihak tanpa mengabaikan hak dan pemulihan psikologis korban.

0 Komentar