KURASI MEDIA – Kasus kematian tragis diplomat muda Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arya Daru Pangayunan (ADP), terus menjadi sorotan publik. Ditemukan tak bernyawa di kamar indekosnya di Jakarta Timur pada awal Juli, ADP meninggal dalam kondisi mengenaskan dengan kepala terikat lakban. Sejumlah fakta terbaru terus diungkap pihak kepolisian seiring penyidikan intensif.
Kronologi Kematian Arya Daru Pangayunan
Kematian ADP pertama kali diketahui setelah rekan kerja dan keluarga kesulitan menghubunginya. Saat dicek ke indekos, tubuhnya ditemukan dalam posisi tengkurap dengan lakban menutupi kepala. Pihak kepolisian segera melakukan olah TKP dan membawa jenazah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk proses autopsi.
Hasil Autopsi & Temuan Obat
Dari hasil pemeriksaan forensik sementara, tidak ditemukan luka kekerasan yang jelas pada tubuh korban. Namun, pihak kepolisian menemukan beberapa obat-obatan untuk GERD dan kolesterol di kamar korban. Informasi ini sesuai dengan riwayat medis yang dikonfirmasi oleh pihak keluarga, termasuk istrinya.
Baca Juga:Kronologi Kematian Tragis Diplomat Kemenlu yang Ditemukan Tewas di Indekos MentengMahasiswa KKN UGM Meninggal di Maluku, Pihak Kampus Gelar Doa Bersama
Pihak Kepolisian masih menunggu hasil laboratorium toksikologi untuk mengetahui apakah ada unsur racun atau zat berbahaya dalam tubuh ADP.
Sidik Jari di Lakban & Dugaan Keterlibatan Pihak Lain
Salah satu poin penting dalam penyelidikan adalah temuan sidik jari pada lakban yang melilit kepala korban. Jejak tersebut kini sedang diperiksa di Laboratorium Forensik guna mengidentifikasi kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.
Pengawasan CCTV dan Sistem Keamanan Kos
Indekos tempat tinggal ADP menggunakan sistem smart lock digital yang hanya bisa diakses oleh penghuni terdaftar. Pihak polisi tengah menganalisis rekaman CCTV, baik dari koridor indekos maupun akses masuk, untuk mencari petunjuk siapa yang terakhir kali menemui korban sebelum kejadian.
Pemeriksaan Saksi & Tanggapan Publik
Hingga kini, polisi telah memeriksa lima orang saksi, termasuk istri, pemilik kos, rekan kerja, dan tetangga. Masyarakat dan DPR mendesak kepolisian untuk menyelidiki kasus ini secara transparan dan tuntas, mengingat posisi strategis korban sebagai pejabat diplomatik.
Komentar DPR: Kasus Ini Tak Bisa Dianggap Biasa
Anggota Komisi I DPR RI, Sarifah Ainun Jariyah, meminta Polri segera membuka fakta kepada publik. “Kematian seorang diplomat tidak boleh dianggap biasa. Harus ditelusuri dari semua sisi: medis, forensik digital, dan siapa saja yang punya akses ke korban,” ujarnya.