Ekonom dan Ulama: Boikot Salah Sasaran Adalah Black Campaign yang Merusak Ekonomi Nasional

Boikot salah sasaran akan merugikan ekonomi nasional
Boikot Salah Sasaran Adalah Black Campaign yang Merusak Ekonomi Nasional (foto: unsplash.com)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Seiring masih berlangsungnya agresi militer Israel ke Gaza, aksi boikot terhadap sejumlah merek global terus menggema di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia.

Di ruang-ruang digital, daftar produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel beredar luas, sering kali tanpa data dan rujukan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pakar ekonomi dan ulama pun mengingatkan pentingnya bersikap bijak dan cermat dalam menyikapi ajakan boikot agar semangat solidaritas tidak berubah menjadi aksi yang kontraproduktif.

Baca Juga:Konflik Iran-Israel Belum Juga Reda: Presiden Iran Dilaporkan TerlukaDampak Konflik Iran-Israel: DPR Minta Pemerintah Cegah Gelombang PHK Massal di Indonesia

Ekonom Universitas Airlangga, Gigih Prihantono menjelaskan, aksi boikot yang tidak berbasis data akurat dapat berdampak serius pada perekonomian nasional, mulai dari penurunan omzet pelaku usaha, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga memburuknya persepsi investasi.

Ia menyebut fenomena ini bisa dikategorikan sebagai kampanye hitam (black campaign) yang bukan hanya menyasar entitas usaha yang sesungguhnya tidak memiliki keterlibatan langsung dalam konflik Palestina – Israel namun dampaknya tidak hanya terhadap perusahaan, tetapi juga ekonomi domestik.

“Betul bisa berimbas kepada ketenagakerjaan karena yang rugi kita sendiri sebenarnya kalau black campaign ini terus meluas,” ujarnya kepada media.

Salah satu rujukan kredibel yang dapat dijadikan acuan oleh masyarakat adalah laporan resmi Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa – Bangsa (OHCHR) yang dirilis pada akhir Juni 2025.

Laporan bertajuk From Economy of Occupation to Economy of Genocide tersebut mengungkap peran sejumlah korporasi yang berkontribusi langsung dan signifikan dalam mendukung pelanggaran HAM berat di Palestina

Menurut laporan tersebut, bentuk keterlibatan dunia usaha mencakup dukungan teknologi, logistik, pendanaan dan investasi yang memperkuat sistem apartheid, pendudukan illegal Israel, hingga genosida. Namun menariknya, meski banyak perusahaan yang disebut, tidak semua sektor usaha masuk dalam daftar tersebut.

Beberapa merek di sektor makanan dan minuman yang selama ini kerap menjadi sasaran utama boikot di Indonesia seperti Starbucks, KFC, dan McDonald’s justru tidak disebutkan dalam laporan itu.

Baca Juga:Iran Tuntut Israel dan AS di PBB, Desak Kompensasi atas Serangan Militer Juni 2025Dampak Konflik Iran-Israel: DPR Minta Pemerintah Cegah Gelombang PHK Massal di Indonesia

Fakta ini memperlihatkan adanya ketimpangan persepsi publik dan data objektif yang kemudian melahirkan gerakan boikot yang rawan salah sasaran.

0 Komentar