Pemerintah Genjot Penulisan Ulang Sejarah Nasional, Tembus 80% Jelang 17 Agustus 2025

Pemerintah Genjot Penulisan Ulang Sejarah Nasional, Tembus 80% Jelang 17 Agustus 2025
Pemerintah Genjot Penulisan Ulang Sejarah Nasional, Tembus 80% Jelang 17 Agustus 2025 (menpan.go.id)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Pemerintah Indonesia terus mempercepat proyek penulisan ulang sejarah nasional yang ditargetkan rampung pada peringatan HUT RI ke-80, 17 Agustus 2025. Proyek ini merupakan upaya pembaruan sejarah nasional setelah lebih dari dua dekade tidak mengalami revisi besar.

Menurut informasi resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), progres penulisan ulang kini telah mencapai 80 persen. Proyek ini digarap oleh lebih dari 110 ahli sejarah, arkeologi, dan ilmu sosial dari lebih 30 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Sejarah Indonesia Akan Ditulis Ulang dalam 10 Jilid

Penulisan sejarah dilakukan dalam bentuk 10 jilid buku, mencakup rentang waktu dari prasejarah, masa kerajaan, kolonialisme, kemerdekaan, hingga era reformasi dan kontemporer. Tujuannya adalah menghadirkan narasi sejarah yang lebih Indonesia-sentris, mengoreksi bias kolonial, dan lebih inklusif terhadap kontribusi dari berbagai daerah di Nusantara.

Baca Juga:Pemerkosaan Massal Mei 1998 Ramai Menjadi Perbincangan, Bagaimana Fakta Sejarahnya?Prabowo Bakal Umumkan Tema dan Logo HUT RI ke-80, Hari Ini!

“Kita ingin sejarah yang ditulis berdasarkan sudut pandang bangsa sendiri, bukan warisan kolonial,” ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek.

Anggaran Rp 9 Miliar dan Target Peluncuran 17 Agustus

Proyek ini mendapat anggaran sebesar Rp 9 miliar dan telah dimulai sejak awal tahun 2025. Jika sesuai rencana, buku-buku sejarah nasional baru ini akan diluncurkan pada Hari Kemerdekaan, dan digunakan sebagai rujukan resmi pendidikan serta kajian ilmiah.

Sorotan Publik: Perlu Keterbukaan dan Partisipasi Luas

Meski didukung oleh berbagai akademisi, proyek ini juga mendapat sorotan dari masyarakat sipil dan pakar independen. Mereka khawatir prosesnya tertutup dan dapat mengarah pada dominasi narasi sejarah tunggal dari pemerintah.

Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI) meminta agar hasil penulisan diuji publik sebelum diterbitkan, guna memastikan keberimbangan dan akurasi data sejarah.

“Jangan sampai sejarah jadi alat legitimasi politik. Penulisan ulang harus melibatkan publik, bukan hanya elit akademis,” kata Juru Bicara AKSI.

DPR Sarankan Ganti Istilah “Penulisan Ulang” Menjadi “Pemutakhiran”

Komisi X DPR RI turut memberikan masukan agar proyek ini menggunakan istilah yang lebih netral seperti “pemutakhiran sejarah”, guna menghindari persepsi bahwa sejarah lama akan dihapus atau diganti secara sepihak.

0 Komentar