KURASI MEDIA – Fenomena hiburan sound horeg yakni penggunaan sound system dengan volume sangat tinggi dalam acara rakyat seperti karnaval dan hajatan kian menjamur di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Menjelang musim karnaval di berbagai desa dan kecamatan, para ahli medis mulai memberikan perhatian serius terhadap potensi bahayanya bagi kesehatan pendengaran.
Menurut dr. Aliyah Hidayati, spesialis Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT) di Lumajang, paparan suara keras dari sound horeg bisa mencapai level 120 desibel, atau setara dengan suara mesin jet dari jarak dekat. Kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan serius pada telinga bagian dalam.
“Suara ekstrem bisa menyebabkan trauma akustik, yaitu cedera pada koklea atau bagian dalam telinga. Ini dapat memicu gangguan seperti penurunan pendengaran, tinitus (denging terus-menerus), hipersensitivitas terhadap suara, dan bahkan nyeri saat mendengar suara tertentu,” jelas dr. Aliyah, dikutip dari Beritasatu.com, Rabu (22/7/2025).
Baca Juga:Tour Pra-Musim, Momen Krusial Persiapan Tim Sepak Bola: Ajang Uji Coba Strategi dan Bakat BaruWaspada! Ini 5 Jenis Virus Laptop yang Sering Menyerang dan Cara Menghindarinya
Ia pun menyarankan agar masyarakat yang menghadiri pertunjukan sound horeg menggunakan pelindung telinga, seperti earplug peredam suara atau earmuff, demi meminimalisasi risiko kesehatan.
Kekhawatiran terhadap sound horeg tidak hanya datang dari kalangan medis. Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur juga telah mengeluarkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg dalam konteks hiburan, karena dinilai mengganggu ketenangan umum dan bisa berdampak negatif terhadap kesehatan.
Namun hingga kini, Pemerintah Kabupaten Lumajang belum mengeluarkan regulasi khusus terkait fenomena ini. Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menyatakan bahwa belum ada keluhan resmi yang masuk melalui kanal pengaduan seperti Sambat Bunda.
“Sampai sekarang belum ada laporan resmi dari masyarakat, baik secara langsung maupun melalui kanal Sambat Bunda, sehingga belum ada kebijakan tertulis yang saya keluarkan,” ujar Bunda Indah, dikutip dari laporan yang sama.
Meski demikian, pemerintah daerah menyatakan tetap mencermati fenomena hiburan berbasis suara ekstrem tersebut. Imbauan pun diberikan kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menyelenggarakan hiburan, terutama dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan kenyamanan lingkungan sekitar.