KURASI MEDIA – Presiden memiliki wewenang untuk memberikan abolisi dan amnesti, dua instrumen hukum yang sering dikaitkan dengan penyelesaian kasus-kasus besar yang berkaitan dengan kepentingan nasional. Namun, apa sebenarnya perbedaan keduanya, dan kapan presiden bisa menggunakannya? Pakar hukum pun angkat bicara.
Menurut Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, abolisi merupakan penghapusan proses hukum terhadap seseorang sebelum ada putusan pengadilan. Sementara amnesti adalah pengampunan terhadap orang-orang yang sudah dijatuhi hukuman, khususnya yang terlibat dalam tindak pidana politik.
“Presiden berwenang memberikan abolisi dan amnesti, tetapi harus dengan persetujuan DPR. Jadi, tidak bisa sembarangan dikeluarkan begitu saja,” ujar Hikmahanto dalam sebuah wawancara, Senin (29/7/2025).
Baca Juga:Cara Mengembalikan Rekening yang Diblokir: Mudah dan Legal!KA Argo Bromo Anggrek Anjlok di Pegadenbaru KAI Mohon Maaf dan Lakukan Evakuasi Penumpang
Wewenang ini diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa presiden dapat memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Penggunaan abolisi dan amnesti biasanya berkaitan dengan upaya menjaga stabilitas nasional atau rekonsiliasi pasca konflik.
Contohnya, dalam sejarah Indonesia, amnesti pernah diberikan Presiden Soekarno kepada para pemberontak PRRI/Permesta. Sementara abolisi digunakan dalam kasus-kasus tertentu demi menjaga kepentingan politik yang lebih luas.
Namun, menurut pakar, penggunaan hak ini harus sangat berhati-hati agar tidak melukai rasa keadilan publik. “Abolisi dan amnesti adalah solusi hukum, tetapi tetap harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan transparansi,” tambahnya. (*)