KURASI MEDIA — Rencana pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, memicu perdebatan hangat di kalangan publik dan parlemen. Amnesti yang disebut-sebut tengah dipertimbangkan pemerintah ini dinilai sebagian pihak sebagai langkah politis, sementara lainnya menganggapnya sebagai bentuk pemulihan keadilan.
Isu amnesti mencuat setelah beberapa tokoh politik menyatakan bahwa proses hukum yang menjerat Hasto terkait kasus dugaan pelanggaran UU Pemilu sarat dengan muatan politis. Mereka berpendapat amnesti dapat menjadi solusi untuk meredakan tensi politik dan menjaga stabilitas nasional.
Namun, tak sedikit pihak yang menolak rencana tersebut. Sejumlah anggota DPR dan pegiat hukum menilai pemberian amnesti berpotensi melemahkan supremasi hukum dan menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. “Amnesti bukan sekadar keputusan politik, tapi juga harus mempertimbangkan prinsip keadilan dan rasa kepercayaan masyarakat,” ujar pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti.
Baca Juga:CEPA RI–Peru: Tinjauan Hukum dan Implikasinya bagi IndonesiaRasionalisasi Anggaran TNI, Pertahanan RI Tetap Aman? Ini Penjelasan Prabowo
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, pemberian amnesti harus mendapat persetujuan DPR setelah diajukan Presiden. Hingga kini, pemerintah belum secara resmi mengajukan usulan tersebut, namun sinyal politik dari beberapa menteri memunculkan spekulasi di publik.
Pengamat politik menilai, keputusan ini akan sangat memengaruhi peta koalisi dan dinamika jelang Pilkada serentak 2025. Sementara itu, pihak Hasto belum memberikan pernyataan resmi, hanya menyebut akan menghormati proses hukum yang berjalan.
Kontroversi ini diperkirakan masih akan menjadi sorotan, mengingat amnesti menyentuh aspek sensitif antara hukum dan politik di Indonesia. (**)