KURASI MEDIA — Pemerintah Indonesia dan Peru tengah mempercepat proses finalisasi Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), sebuah perjanjian dagang komprehensif yang akan menjadi dasar kerja sama perdagangan, investasi, dan jasa kedua negara. Dari sisi hukum, kesepakatan ini memiliki konsekuensi penting, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, CEPA termasuk kategori perjanjian yang berdampak luas pada perekonomian dan keuangan negara sehingga wajib mendapat persetujuan DPR sebelum diratifikasi. Proses ratifikasi ini akan mengikat Indonesia secara hukum untuk melaksanakan seluruh komitmen yang tercantum dalam perjanjian.
Secara internasional, CEPA RI–Peru diatur oleh Konvensi Wina 1969 tentang Hukum Perjanjian dan selaras dengan ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Prinsip pacta sunt servanda berlaku, yang berarti setiap klausul dalam perjanjian wajib dipatuhi oleh kedua belah pihak. Pelanggaran dapat memicu sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme arbitrase bilateral atau forum penyelesaian sengketa WTO.
Baca Juga:Ribuan Peserta dari 22 Negara Ramaikan Dieng Trail Run 2025, Dongkrak Pariwisata JatengKomitmen dalam Pemenuhan Hak Anak, Jateng Kembali Diganjar Penghargaan Provinsi Layak Anak
Bagi pemerintah, penandatanganan CEPA akan memerlukan penyesuaian sejumlah regulasi, seperti penurunan tarif bea masuk, pengaturan standar teknis, dan perlindungan hak kekayaan intelektual. Sementara bagi pelaku usaha, kesepakatan ini memberi kepastian hukum dalam mengakses pasar Peru, termasuk fasilitas tarif preferensial dan perlindungan investasi.
Pakar hukum internasional menilai, aspek legal CEPA RI–Peru harus dipastikan selaras dengan hukum nasional agar manfaat ekonomi yang dijanjikan dapat terwujud tanpa menimbulkan sengketa hukum di kemudian hari. (**)