Kenaikan PBB 250% di Pati Picu Demo Akbar, Pakar: Pejabat Wajib Dengar Suara Rakyat

Kenaikan PBB 250% di Pati Picu Demo Akbar, Pakar: Pejabat Wajib Dengar Suara Rakyat
Kenaikan PBB 250% di Pati Picu Demo Akbar, Pakar: Pejabat Wajib Dengar Suara Rakyat (NUonline)
0 Komentar

KURASI MEDIA – Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana, menilai aksi demonstrasi besar-besaran masyarakat Pati yang menuntut Bupati Sudewo mundur merupakan peringatan keras bagi para pejabat publik. Gelombang protes ini salah satunya dipicu oleh kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250% yang dinilai memberatkan warga.

Menurut Satria, penyusunan dan penerapan kebijakan publik harus selalu melibatkan aspirasi masyarakat serta disampaikan dengan komunikasi politik yang tepat. Ia menilai perlawanan yang terjadi di Pati tak terlepas dari cara Bupati menyampaikan kebijakannya di ruang publik. “Suara masyarakat adalah kunci dan dalam alam demokrasi, aspirasi warga harus menjadi pertimbangan utama. Jika kebijakan dijalankan dengan nada menantang atau bahkan memicu rasa takut, itu akan memantik kemarahan publik,” ujarnya kepada beritasatu.com, Rabu (13/8/2025).

Dilansir dari beritasatu, Satria menjelaskan, pejabat publik memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Keputusan yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh dibuat secara sepihak, apalagi tanpa memperhitungkan dampak sosial dan ekonomi yang akan ditimbulkan. Dalam kasus di Pati, kenaikan PBB dalam skala besar dianggap tidak realistis mengingat kondisi perekonomian sebagian warga masih sulit.

Baca Juga:AS Kenakan Tarif 19% untuk Kopi Indonesia, AEKI: Justru Bisa Memberatkan AmerikaMuncul untuk Berbicara Di Hadapan Massa, Bupati Pati Sudewo Malah Dilempari Botol

Ia menegaskan, komunikasi yang baik menjadi kunci agar kebijakan dapat diterima. Hal ini tidak hanya soal menyampaikan isi kebijakan, tetapi juga membangun empati, mendengar masukan warga, serta menunjukkan bahwa pemerintah daerah berpihak pada kepentingan publik. Tanpa hal tersebut, kebijakan yang sebenarnya memiliki tujuan baik pun bisa memicu resistensi.

Satria berharap para pejabat di berbagai daerah dapat belajar dari peristiwa ini, bahwa keterlibatan publik, transparansi, dan bahasa komunikasi yang membangun akan jauh lebih efektif dibandingkan kebijakan yang terkesan memaksakan kehendak.

0 Komentar