KURASI MEDIA – Pada pagi yang cerah, 17 Agustus 1945, di sebuah rumah sederhana di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Bung Karno dengan suara parau namun penuh getar keyakinan membacakan proklamasi kemerdekaan. Hanya dua kalimat singkat, tetapi isinya mengguncang dunia.
“Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.”
Proklamasi itu bukan sekadar pengumuman, melainkan sebuah janji: janji bahwa anak cucu bangsa ini akan tumbuh di tanah yang bebas, bahwa rakyat jelata akan diangkat martabatnya, bahwa Indonesia akan berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya.
Prolog: Sebuah Janji yang Tidak Pernah Usai
Kini, delapan puluh tahun kemudian, kita menatap janji itu dengan perasaan campur aduk: ada kebanggaan, ada syukur, tetapi juga ada kegelisahan. Karena seperti yang pernah diingatkan Bung Karno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.”
Baca Juga:Gagal Tayang Serentak, Merah Putih: One For All Hanya Muncul di 16 BioskopFilm Merah Putih: One For All Batal Tayang di Cinepolis! Ternyata Ini Alasannya
Capaian: Dari Negeri Kolonial ke Demokrasi Besar Dunia
Kita patut bersyukur karena bangsa ini telah bertahan melewati gelombang sejarah yang panjang.
Indonesia yang dulu diremehkan, kini berdiri sebagai salah satu kekuatan baru di dunia. Dengan lebih dari 280 juta jiwa, kita menjadi negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Demokrasi kita meskipun penuh luka tetap bertahan, menjadikan Indonesia sebagai demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat.
Di bidang ekonomi, perjalanan kita luar biasa. Pada awal kemerdekaan, Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita hanya sekitar USD 70. Hari ini, PDB per kapita Indonesia sudah menembus lebih dari USD 5.000 (PPP). Indonesia kini masuk ke dalam kelompok G20, bahkan diproyeksikan akan masuk dalam 5 besar ekonomi dunia pada 2045 jika konsisten menjaga pertumbuhan.
Kemajuan infrastruktur juga nyata. Jika dulu rakyat harus menyeberangi sungai dengan rakit, kini jalan tol sepanjang lebih dari 2.600 km telah terbentang. Jika dulu listrik hanya dinikmati segelintir orang, kini lebih dari 99% rumah tangga sudah teraliri listrik. Internet dan telepon genggam menjangkau hampir seluruh pelosok, menghubungkan desa-desa dengan dunia.
Di bidang pendidikan, angka buta huruf yang pada awal kemerdekaan masih lebih dari 90% kini sudah tinggal 4% saja. Angka harapan hidup melonjak dari 45 tahun di tahun 1950-an menjadi 73 tahun hari ini. Semua ini adalah capaian yang membuktikan bahwa janji kemerdekaan perlahan-lahan kita wujudkan.