Lebih jauh, Indonesia juga semakin diperhitungkan di dunia internasional. Kita menjadi penengah dalam konflik global, pemain penting dalam isu perubahan iklim, dan pemimpin di kawasan Asia Tenggara.
Semua ini adalah modal besar. Tetapi setiap capaian selalu menghadirkan ujian baru.
Tantangan: Cermin Retak di Usia 80 Tahun
Delapan dekade merdeka bukan tanpa luka. Dalam cermin sejarah, kita juga harus berani menatap retakan-retakan yang ada.
Baca Juga:Gagal Tayang Serentak, Merah Putih: One For All Hanya Muncul di 16 BioskopFilm Merah Putih: One For All Batal Tayang di Cinepolis! Ternyata Ini Alasannya
Pertama, ketimpangan sosial dan ekonomi masih menganga. Pertumbuhan ekonomi 5% per tahun memang mengesankan, tetapi tidak semua orang merasakan hasilnya. Menurut data BPS, 10% penduduk terkaya menguasai lebih dari 40% aset nasional, sementara sebagian besar rakyat masih berjuang di batas garis kemiskinan. Di pedalaman Papua, Nusa Tenggara, dan sebagian Kalimantan, masih ada anak-anak yang berjalan berkilo-kilo meter untuk pergi ke sekolah, sesuatu yang jauh berbeda dengan fasilitas di kota besar.
Kedua, pendidikan dan kualitas SDM masih tertinggal. Indonesia memang berhasil memperluas akses pendidikan, tapi kualitasnya masih jauh dari harapan. Hasil tes PISA (Programme for International Student Assessment) menempatkan Indonesia di peringkat bawah dalam matematika, sains, dan literasi dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Bank Dunia pada 2023 bahkan mencatat bahwa Indeks Modal Manusia Indonesia hanya 0,54, artinya anak Indonesia yang lahir hari ini hanya akan mencapai separuh dari potensi produktifnya jika sistem pendidikan dan kesehatan tidak diperbaiki.
Ketiga, korupsi tetap menjadi penyakit kronis. ICW mencatat, kerugian negara akibat korupsi pada 2023 mencapai hingga 56 triliun. Korupsi bukan hanya merugikan uang negara, tetapi juga merusak moral bangsa, menggerogoti kepercayaan publik, dan menghambat pelayanan publik yang seharusnya bersih dan adil.
Keempat, demokrasi kita menghadapi tantangan serius. Pemilu memang rutin diselenggarakan, tetapi demokrasi sering kali terjebak pada transaksi jangka pendek, politik uang, dan polarisasi identitas. Demokrasi yang seharusnya menjadi ruang untuk membicarakan gagasan justru kerap menjadi panggung konflik kepentingan.
Dan kelima, krisis lingkungan yang semakin nyata. Indonesia adalah paru-paru dunia, tetapi deforestasi dan pencemaran terus terjadi. Perubahan iklim membawa bencana: banjir, kekeringan, dan kebakaran hutan semakin sering terjadi. Tanpa langkah berani, generasi mendatang akan membayar mahal akibat kelalaian kita.