Penghukuman Cambuk Publik di Aceh, Kritik HAM Menggema

Penghukuman Cambuk Publik di Aceh, Kritik HAM Menggema
Sumber foto : ms-bireuen.go.id
0 Komentar

KURASI MEDIA – Praktik hukuman cambuk di Aceh kembali menuai sorotan publik setelah beberapa warga menjalani eksekusi cambuk di depan umum pekan ini. Hukuman tersebut dijatuhkan sebagai implementasi Qanun Jinayat yang berlaku di Provinsi Aceh, satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan syariat Islam secara formal.

Latar Belakang Hukuman Cambuk di Aceh

Hukuman cambuk diatur dalam Qanun Jinayat Aceh yang disahkan sejak 2014. Aturan ini mencakup sejumlah pelanggaran syariah, mulai dari perjudian, khamar (minuman keras), khalwat (berduaan bukan muhrim), hingga hubungan seksual di luar nikah.

Bagi pelanggar, hukuman bisa berupa denda, kurungan, atau cambuk di depan publik. Meski kerap menuai kritik, pemerintah daerah menilai hukuman ini bagian dari penerapan syariat Islam yang sudah menjadi kesepakatan masyarakat Aceh.

Baca Juga:Pemerintah Dorong Revisi UU Pekerja Migran untuk Cegah Keberangkatan Non ProseduralDPR Sahkan Pembentukan Kementerian Haji Baru Usai Revisi UU

Kritik dari Aktivis HAM

Sejumlah organisasi hak asasi manusia menilai hukuman cambuk di depan umum melanggar prinsip HAM internasional. Menurut mereka, penghukuman fisik yang disaksikan publik dapat mengarah pada perlakuan tidak manusiawi, merendahkan martabat, dan menimbulkan trauma sosial.

“Cambuk publik bukan hanya menyakitkan secara fisik, tapi juga bentuk penghinaan yang bisa berdampak jangka panjang bagi korban,” ujar seorang aktivis HAM di Banda Aceh.

Komnas HAM juga beberapa kali meminta agar hukuman fisik seperti cambuk diganti dengan sanksi lain yang lebih humanis, misalnya denda atau program pembinaan sosial.

Respons Pemerintah Aceh

Pemerintah Aceh menyatakan bahwa hukuman cambuk tetap dilaksanakan karena merupakan amanat Qanun Jinayat. Namun, sebagian pelaksanaan kini mulai dipindahkan ke lokasi tertutup untuk mengurangi sorotan publik internasional, meski tetap bisa disaksikan oleh pihak berwenang dan keluarga terdakwa.

“Kami berusaha menyeimbangkan penerapan syariat dengan menjaga citra Aceh di mata dunia,” kata pejabat Wilayatul Hisbah (polisi syariah Aceh).

Pandangan Masyarakat

Pandangan warga Aceh sendiri cukup beragam. Sebagian mendukung karena menganggap hukuman cambuk efektif memberi efek jera. Namun, ada pula masyarakat yang menilai hukuman ini sebaiknya direformasi agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan modern.

Seorang warga Banda Aceh menuturkan, “Kalau tidak ada cambuk, mungkin pelanggaran syariat makin banyak. Tapi memang sebaiknya dilakukan secara tertutup agar tidak terlalu mempermalukan.”

0 Komentar