“Pas dicek, ternyata BPJS-nya gak aktif. Katanya karena aku udah lewat usia tanggungan dan belum daftar mandiri. Mau dibayar juga gak bisa, katanya sistemnya belum nge-link. Sekarang lagi proses pengaduan,” ungkapnya.
Fasya mengaku tetap optimistis dan mendukung penuh pelayanan BPJS Kesehatan.
Ia berharap agar sistem administrasi digital BPJS Kesehatan bisa semakin ditingkatkan, terutama dalam hal validasi status kepesertaan bagi mahasiswa atau peserta yang sedang dalam masa transisi.
“Pelayanannya udah baik banget kok. Cuma mungkin sistemnya aja yang perlu ditingkatkan lagi. Biar proses validasi data itu bisa lebih cepat dan jelas,” ujarnya.
Baca Juga:BPJS Kesehatan Gelar Forum Kemitraan Bersama Pemkot Bandung untuk Tingkatkan Mutu Layanan KesehatanMemperingati HUT ke-57, BPJS Kesehatan Gelar GEMA KOMPAS JKN bersama Komunitas di Kota Bandung
Sebagai mahasiswa, Fasya merasakan betul pentingnya BPJS Kesehatan dalam menjamin akses layanan kesehatan yang terjangkau.
Menurutnya, tanpa BPJS Kesehatan, biaya berobat bisa menjadi beban tersendiri, terutama bagi pelajar atau mahasiswa yang belum memiliki penghasilan tetap.
“BPJS Kesehatan ini sangat ngebantu, apalagi buat mahasiswa seperti aku. Kalau harus bayar sendiri ke rumah sakit atau puskesmas, pasti berat banget. Harapannya ke depan sistemnya makin canggih dan masyarakat makin mudah mengakses layanan kesehatannya,” pungkas Fasya.
Pengalaman Fasya menjadi salah satu potret keberhasilan program JKN yang telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
Meski masih terdapat tantangan teknis, semangat BPJS Kesehatan untuk terus memberikan pelayanan terbaik tidak pernah padam.
Cerita seperti inilah yang menjadi semangat untuk terus melakukan perbaikan demi layanan kesehatan yang lebih baik dan inklusif bagi seluruh rakyat Indonesia. (*)