KURASI MEDIA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga menekan upaya pengungkapan dokumen ijazah Gibran Rakabuming Raka setelah keluarnya keputusan bahwa dokumen tersebut masuk kategori informasi publik yang dikecualikan.
Keputusan ini menuai sorotan karena sebelumnya sejumlah pihak, termasuk aktivis pemilu dan masyarakat sipil, mengajukan permintaan keterbukaan data pendidikan calon wakil presiden pada Pemilu 2024 lalu.
Latar Belakang Polemik
Isu keaslian dan validitas ijazah Gibran sempat mencuat sejak pencalonannya. Publik menuntut KPU agar lebih transparan demi menjaga integritas proses demokrasi. Namun, KPU menegaskan bahwa dokumen pribadi kandidat termasuk ke dalam ranah data yang dilindungi undang-undang, sehingga tidak bisa diumumkan ke publik secara bebas.
Baca Juga:Pro Kontra Statement Prabowo soal Two-State Solution Palestina–IsraelMengelola Stres di Tempat Kerja: Cara Sederhana agar Tetap Produktif
Kritik dari Masyarakat Sipil
Sejumlah pengamat menilai keputusan KPU justru dapat menimbulkan kecurigaan baru.
Transparency International Indonesia (TII) menekankan bahwa keterbukaan data publik seharusnya menjadi prinsip dasar dalam penyelenggaraan pemilu.Beberapa akademisi hukum tata negara juga berpendapat bahwa KPU perlu menjelaskan dasar hukum secara lebih rinci agar tidak menimbulkan kesan menutup-nutupi.Aktivis demokrasi bahkan menyebut keputusan ini bisa merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.
KPU Membela Diri
Di sisi lain, KPU menegaskan bahwa keputusan tersebut sudah sesuai regulasi tentang keterbukaan informasi publik.“Kami hanya menjalankan aturan. Ada kategori dokumen yang bisa dibuka, ada yang tidak. Ijazah termasuk data pribadi yang dikecualikan,” ujar salah satu komisioner KPU dalam keterangan singkat.
Dampak Politik
Keputusan ini diperkirakan akan terus memicu perdebatan politik, terutama menjelang agenda-agenda nasional yang melibatkan Gibran sebagai tokoh politik penting. Pengamat menilai, jika KPU tidak segera memberi klarifikasi lebih detail, isu ini bisa berkembang menjadi kontroversi politik berkepanjangan. (**)