KAMMI Bandung: KUHAP Baru Berpotensi Mengancam Demokrasi dan Membuka Ruang Kriminalisasi Warga

KAMMI Bandung: KUHAP Baru Berpotensi Mengancam Demokrasi dan Membuka Ruang Kriminalisasi Warga
KAMMI Bandung: KUHAP Baru Berpotensi Mengancam Demokrasi dan Membuka Ruang Kriminalisasi Warga
0 Komentar

KURASI MEDIA — Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (R-KUHAP) yang ditetapkan pada 18 November 2025 dan akan berlaku mulai 2 Januari 2026 menuai kritik dari berbagai kalangan. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Bandung menyatakan keprihatinan mendalam atas sejumlah pasal yang dinilai bisa membuka peluang kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dan mengancam prinsip demokrasi.

Kritik tersebut mengemuka dalam Diskusi Publik Bidang Kebijakan Publik KAMMI Bandung bertajuk “KUHAP di Persimpangan: Reformasi Progresif atau Kemunduran Demokrasi”, yang menyoroti enam pasal dianggap bermasalah dan berpotensi membuat “semua orang bisa kena tindak pidana”.

Enam Pasal Disorot KAMMI Bandung

Dalam diskusi publik tersebut, sejumlah pasal yang dinilai bermasalah antara lain:

1. Pasal 5 – Penangkapan dan Penahanan di Tahap Penyelidikan

Baca Juga:Kebijakan Hukum Baru untuk UMKM di 2025: Legalitas, Perpajakan, dan DigitalisasiKementerian ESDM Tinjau Operasi Pertamina di Sumsel, Optimalisasi Produksi & Keselamatan Pekerja Terpenuhi

Dalam KUHAP baru, penyelidik diperbolehkan menahan terduga pelaku meski proses masih dalam tahap pencarian fakta dan belum ada bukti yang cukup. KAMMI menilai hal ini membuka peluang penahanan sewenang-wenang terhadap warga yang belum tentu melakukan tindak pidana.

2. Pasal 7 dan 8 – Kewenangan Polri Menguat, PPNS Harus Berkoordinasi

Kewajiban penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) untuk berkoordinasi dengan penyidik Polri dianggap menempatkan Polri sebagai lembaga super power yang berpotensi bertindak di luar kontrol.

3. Pasal 16 – Undercover Buy dan Potensi Penjebakan

Metode investigasi berupa pembelian terselubung diperbolehkan untuk semua tindak pidana. Hal ini dinilai membuka peluang aparat melakukan penjebakan dan merekayasa tindak pidana terhadap warga.

4. Pasal 74 – Restorative Justice Berpotensi Dipaksakan

KAMMI menilai pasal ini memungkinkan penyelidik memaksa seseorang yang belum terbukti bersalah untuk berdamai atas nama restorative justice. Kondisi ini dikhawatirkan dapat memaksa orang yang tidak bersalah mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya.

5. Pasal 90 dan 93 – Upaya Paksa Tanpa Batasan Tegas

Tidak adanya batasan tertentu dalam tindakan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan dinilai membuka ruang penyalahgunaan wewenang oleh aparat.

6. Pasal 105, 112, 124, dan 132 – Penggeledahan, Penyitaan, dan Penyadapan Tanpa Izin Hakim

Penyelidik dan penyidik diberi kewenangan melakukan tindakan tersebut tanpa persetujuan hakim. KAMMI menyebut hal ini sebagai ancaman serius terhadap perlindungan hak warga negara.

0 Komentar