KURASI MEDIA – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mempublikasikan temuan terbaru mengenai keterkaitan antara lokasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) dengan area yang kerap dilanda bencana di Pulau Sumatera. Jatam menilai adanya pola tak wajar yang menghubungkan aktivitas tambang dengan meningkatnya risiko bencana di kawasan tersebut.
Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, mengungkapkan bahwa banyak konsesi tambang justru berada di wilayah sensitif.
“Pola ini sangat jelas. Banyak izin minerba berada persis di dalam maupun memotong daerah aliran sungai serta kawasan yang rawan bencana,” ujarnya, dikutip dari BeritaSatu, Senin (9/12/2025).
Baca Juga:Sedang Tayang! Link Live Streaming Timnas Indonesia U22 vs Filipina U22, di Sini GratisIni Dia Kode Redeem FC Mobile 8 Desember, Buruan Klaim Sekarang!
Dari data yang dihimpun Jatam, terdapat 1.907 izin tambang di Pulau Sumatera dengan total area mencapai sekitar 2,45 juta hektare. Sebanyak 546 izin di antaranya beroperasi di zona rawan bencana seperti gempa bumi, banjir, dan longsor. Ratusan izin lainnya bahkan berada di wilayah dengan tingkat kerentanan bencana tinggi hingga menengah.
Selain itu, sebagian besar izin tambang juga tumpang tindih dengan kawasan hutan. Kondisi ini mempercepat deforestasi dan melanggar aturan tata ruang yang dinilai berjalan tanpa pengawasan efektif.
Jatam mencatat 551 izin tambang berlokasi di kawasan hutan dengan luas area lebih dari 1,8 juta hektare. Ironisnya, hampir separuhnya belum mengantongi persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH), padahal dokumen tersebut merupakan syarat penting sebelum aktivitas tambang bisa dilakukan.
Menurut Jatam, rangkaian temuan ini menegaskan perlunya perbaikan tata kelola pertambangan serta pengawasan yang jauh lebih ketat agar kerusakan lingkungan tidak semakin meluas dan risiko bencana yang mengancam masyarakat dapat diminimalkan.
