KURASI MEDIA- Pada awal perdagangan Kamis (19/10/2023), nilai tukar rupiah di pasar spot melemah tipis menjadi Rp15.817 per dolar Amerika Serikat (AS). Ini merupakan penurunan sebesar 87 poin atau 0,55 persen dibandingkan dengan penutupan Rabu (18/10/2023) di level Rp15.730 per dolar AS.
Ariston Tjendra, seorang pengamat pasar keuangan, menyatakan bahwa rupiah berpotensi melemah lebih lanjut terhadap dolar AS, hal ini dipicu oleh kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS serta memanasnya konflik Israel-Hamas. Ia memproyeksikan potensi pelemahan rupiah ke kisaran Rp15.760-Rp15.780 per dolar AS, dengan support di sekitar Rp15.700 per dolar AS.
Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS untuk tenor 10 tahun mencapai level tertinggi baru tahun ini, yaitu 4,9 persen pada Rabu (18/10/2023). Kenaikan yield ini mengindikasikan bahwa pasar memperkirakan suku bunga akan tetap tinggi dalam upaya menangani inflasi AS, sesuai dengan harapan petinggi Bank Sentral AS.
Baca Juga:4 Saham ini Naik Lebih dari 10 Persen Hingga Jadi Perhatian InvestorHarga Emas Naik Hingga 12 Ribu, Jadi Rekor Tertinggi di Tahun 2023
Ariston juga mencatat bahwa memanasnya konflik Israel-Hamas, khususnya akibat hancurnya RS di Gaza akibat tembakan rudal, turut mendorong penguatan harga aset safe haven seperti dolar AS dan emas. Harga emas naik hingga kisaran 1,962 dolar AS, mengalami kenaikan sekitar 30 dolar AS dari level perdagangan sebelumnya.
Sehubungan dengan kebijakan Bank Indonesia, Ariston memproyeksikan bahwa Bank Indonesia kemungkinan akan mempertahankan suku bunga acuannya sebesar 5,75 persen dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur pada Kamis (19/10/2023).
Bank Indonesia telah mempertahankan suku bunga acuannya di level tersebut sejak Februari 2022 hingga September 2023, selama 8 bulan. Apabila kebijakan ini dipertahankan hari ini, maka BI Rate akan tetap stabil selama 9 bulan berturut-turut.