“Polusi udara ini problem laten. Namun, selama ini belum ada aksi secara nasional yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut,” kata Ghofar.
Walhi melihat, saat ini pemerintah pusat dan pemerintah daerah seperti kurang terkoordinasi dalam menyelesaikan persoalan polusi udara. Terbukti, hasil koordinasi yang dilakukan hanya melahirkan solusi yang belum komprehensif. Misalnya, solusi melakukan uji emisi hingga penerapan work from home (WFH). “Sementara penegakan hukum (bagi pelanggar) belum disentuh,” ujarnya.
WFH, kata Ghofar, hanya solusi jangka pendek yang diambil pemerintah setelah muncul soal polusi udara di Jakarta yang kembali buruk dalam sebulan terakhir. “Menurut kami kurang efektif karena kontribusinya kecil,” jelasnya.
Problem Penelitian Litbang Kompas pada 24 Agustus 2023 menunjukkan bahwa musim kemarau bukan menjadi alasan atas buruknya kondisi udara Jakarta saat ini. Kualitas udara yang buruk ini menjadi permasalahan laten yang cenderung diabaikan sehingga tidak ada upaya perbaikan atau pencegahan. Jadi terkesan membiarkan hal buruk terus berlangsung tanpa upaya mitigasi serius.
Padahal, kekhawatiran terhadap pencemaran udara di Jakarta sebenarnya sudah muncul setidaknya sejak empat dekade silam. Kompas edisi 26 Juli 1980 merekam tingkat pencemaran udara Jakarta yang tergolong tinggi kala itu. Indikatornya terlihat dari hasil pengukuran suspended particulate concentration atau SP di beberapa titik.
Menurut data survei di daerah Glodok dan Bandengan tepatnya, hasil pengukuran menunjukkan angka rata-rata SP tiap bulan mencapai 457,03 mikrogram per kubik dan 461,9 mikrogram per kubik. Di daerah Monas, angka SP lebih rendah yaitu 120 mikrogram per kubik. Angka tersebut melampaui standar aman kebersihan udara saat itu di mana angka SP dikatakan tinggi apabila melebihi 260 mikrogram per meter kubik udara.
Selain itu, jika dibandingkan dengan daerah lain di luar Jakarta seperti Manado, kondisi udara ibukota juga jauh lebih buruk. Hasil pengukuran SP di Manado menunjukkan angka kandungan SP hanya 43,3 mikrogram per meter kubik.
Saat itu, isu pencemaran udara dikaitkan dengan banyaknya jumlah kendaraan dan debu jalanan. Pada tahun 1980 tercatat ada sekitar 692.817 unit kendaraan di Jakarta. Jumlah itu sudah dirasa mengkhawatirkan karena banyaknya kandungan gas karbon monoksida atau CO yang dikeluarkan. Di titik-titik padat lalu lintas, kandungan CO itu cukup tinggi. Misalnya di Glodog, kadar CO di udara bisa mencapai 71-111 ppm di hari kerja. Sebagai perbandingan, standar maksimal kandungan CO di Amerika Serikat dalam kategori berbahaya berada pada angka 40 ppm per delapan jam.