KURASI MEDIA – Pemicu KDRT Suami atau (Kekerasan Dalam Rumah tangga)yang dilakukan suami terhadap istri atau keluarga lainnya, ternyata bisa disebabkan oleh banyak hal.
Seperti yang terjadi di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dimana seorang suami bernama Panca (41) tega melakukan kekerasaan terhadap istrinya D, hingga mengalami luka-luka dan muntah darah.
Bukan hanya itu, di rumahnya juga ditemukan empat mayat anaknya yang diduga juga dihabisi oleh P.
Baca Juga:Sebelum Berinvestasi, Perhatikan Dulu Ciri-ciri Investasi yang Sehat dan Aman Berikut IniJangan Bangga Dulu Pake HP 5G, Ternyata ini Kekurangan dan Kelebihan Jaringan 5G di Perangkat HP
Saat akan dilakukan penangkapan, P diduga akan melakukan bunuh diri, terlihat luka dibagian tangannya juga pesan yang ditulisnya di lantai.
Fenomena kekerasan dalam rumah tangga memang sudah ada sejak lama, hal ini menjadi semakin marak saat banyak yang memviralkannya di media sosial.
Pemicu KDRT Suami ke Istri
Menurut Dosen Psikologi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus, Hj Farida, yang dilansir dari Nu Online, mengungkapkan beberapa pemicu KDRT yang dilakukan oleh seorang suami.
Pertama, ketika melihat kasus KDRT sebenarnya yang terjadi adalah relasi rumah tangga yang tidak setara. Hal ini biasanya terjadi antara suami ke istri atau orang tua ke anak.
Dengan tidak setaranya hubungan, maka kehidupan berkeluarga menjadi tidak sehat dan kurang adanya saling menghormati, dan mengetahui posisinya dengan baik.
Ketika fungsi-fungsi itu tidak dijalankan dalam porsinya, maka relasi yang terjadi dalam rumah tangga menjadi tidak sehat.
“Kedua, KDRT muncul karena adanya pemicu seperti kondisi ekonomi, sosial, maupun pendidikan, sehingga dalam pelampiasan emosi dilakukan dengan cara yang salah, merugikan, dan merusak,” tuturnya.
Baca Juga:Waspada Money Game Berkedok Game Penghasil Uang, Ini Rekomendasi Game yang AmanPaling HITS, Rekomendasi Film Korea Bertema Zombie yang Cocok di Tonton Bareng Pasangan
Ketiga, faktor kepribadian dari pelaku. Meskipun kepribadian dianggap telah melekat pada diri seseorang, namun hal tersebut sifatnya tidak statis. Bisa berubah dan bahkan bisa diminimalisasi.
“Tapi, jika berkaitan dengan sifat yang temperamental dan mudah emosi maka kita bisa bersikap bijak dengan melakukan kegiatan lainnya. Artinya kalau kita ingin marah bisa mengalihkan dengan cepat meskipun emosi terjadi di bawah kesadaran manusia,” terangnya.
Dia menambahkan, ketika nilai-nilai agama yang dianut oleh pelaku dapat diterapkan dengan baik maka mampu menjadi filter dan pengontrol untuk tidak melakukan kekerasan rumah tangga