KURASI MEDIA – Anggota Pansus 9 DPRD Kota Bandung Dr. Uung Tanuwidjaja, S.E., M.M., menilai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat masih kurang mendalam karena hanya membatasi peran pemerintah sampai tingkat kelurahan. Diharapkan, peran RW bisa diatur dalam peraturan wali kota.
“Anggota Pansus 9 mempunyai semangat yang sama. Tapi kalau lihat perda ini, masih kurang dalam karena cuma membatasi peran pemerintah sampai tingkat kelurahan. Seharusnya nanti turunan dari perda yakni perwal, mengatur fungsi dan RW dalam keberagaman kehidupan bermayarakat ini, karena yang berhadapan langsung dengan masyarakat itu RW. Kan sayang sekali kalau tidak dilibatkan, saya harap nanti masuk di perwal,” ujar Uung.
Untuk memperkaya raperda, Pansus sudah melakukan studi banding ke Semarang dan akan mencari data tambahan ke Salatiga. “Semarang, Salatiga dan Singkawang itu terbaik. Semarang juga bagus, karena jarang sekali konflik (SARA, red) mungkin ada khas budaya pesisir,” ungkapnya.
Baca Juga:Pansus 10 DPRD Kota Bandung sedang membahas Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2025–2029Pansus 7 DPRD Kota Bandung Bahas Aturan Perumahan Tentang Sarana dan Prasarana serta Utilitas Umum
“Di sana banyak pedagang dari Arab, Cina dan jyga masyarakat lokal. Meski dulu pernah terjadi, tapi mereka punya semangat menjaga kerukunan,” sambungnya.
Menurutnya, di Kota Bandung letupan terkait SARA terjadi karena kurang komunikasi. Biasanya letupan ini soal ibasah, untul kesukian jarang terjadi.
“Yang trendi itu permasalahan rumah ibadah, masyarakat mungkin belum tahu cara pendiriannya, karena kalau kita lihat kota dan kabupaten lain berkomunikasi dengan baik,” ungkapnya.
Uung mengakui di raperda ini tidak dibahas soal perizinan datau cara pendirian rumah ibadat. “Ini soal keragamanan secara global, seperti saling menghargai, toleransi, san lainnya,” ungkapnya.
Namun ia sangat menyayangkan tidak ada klausul sanksi dalam raperda tersebut. Dalam raperda ini hanya disebutkan bila setiap orang atau organisasi atau badan hukum dilarang melakukan tindakan intoleransi dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Tindakan intoleransi dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat diselesaikanzl secara musyawarah diawali di tingkat kelyrahan atau kecamatan.
“Tidak ada sanksi, harus musyawatah dulu. Kalau misalnya terjadi pelanggaran pidana diarahkan pada pihak aparat penegak hukum, tapi ditekankan musywarah dulu,” jelasnya.