“Harapan kami, setelah sampah berhasil dipilah dari sumbernya, masyarakat akan merasakan manfaat langsung. Di sisi lain, kami sebagai pemerintah daerah juga dapat menekan biaya operasional dalam pengelolaan sampah,” tambah Oki.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari transformasi menyeluruh yang diusung ISWMP. Dengan kolaborasi lintas sektor dan dukungan masyarakat, Kabupaten Bandung menapaki jalur menuju pengelolaan sampah yang tidak hanya efisien, tetapi juga lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Cerita dari Lapangan: RT 02 RW 17 Desa Mekar Rahayu Menata Ulang Relasi Warga dan Sampah
Di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih, Kabupaten Bandung, perubahan besar tengah dimulai dari lingkungan kecil. Sejak Desember 2024, Program ISWMP melalui kegiatan Peningkatan Peran Aktif Masyarakat (PPAM) menggulirkan pilot project pengelolaan sampah di RT 02 RW 17 sebuah lingkungan padat dengan 98 Kepala Keluarga (KK).
Baca Juga:Satukan Hati Satukan Semangat di 2025, Hadirkan Festival Apresiasi untuk KonsumenSinergi Zurich dan Danamon Menjaga Masa Depan dengan Perlindungan Optimal Penyakit Kritis
Dengan fasilitas sederhana ember bekas cat untuk menampung sampah organik dan karung bekas untuk sampah anorganik warga perlahan mulai dikenalkan pada konsep pilah sampah dari rumah. Karang Taruna menjadi ujung tombak penggerak kegiatan ini: menimbang, mencatat hasil pilahan, dan mendistribusikan sampah anorganik ke pengepul. Hasil penjualan sampah pun dialokasikan untuk mendukung kegiatan komunitas lokal.
Hingga Januari 2025, 37 KK telah aktif memilah sampah secara rutin. Angka ini menjadi indikator awal bahwa perubahan perilaku mulai terbentuk. Warga yang sebelumnya pasif dan sepenuhnya bergantung pada jadwal pengangkutan dari luar, kini mulai mandiri mengelola sampahnya sendiri. Kesadaran akan nilai ekonomi dari sampah anorganik pun mulai tumbuh.
Kunci dari keberhasilan ini bukan hanya pada sarana, tetapi pada kolaborasi antar elemen masyarakat. Kader kesehatan dan posyandu setempat turut berperan dalam menyuarakan pentingnya kebersihan lingkungan, bahkan sistem insentif pun mulai diterapkan dalam kegiatan posyandu mengaitkan kesehatan ibu dan anak dengan kontribusi pemilahan sampah.
Cerita dari RT 02 RW 17 ini menjadi bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari skala terkecil, asalkan ada komitmen, partisipasi, dan semangat gotong royong. Jika pola ini dapat direplikasi ke desa-desa lain, beban TPA dapat ditekan, dan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan bisa benar-benar menjadi milik semua.