Rektor UPI: Kebutuhan Guru Tinggi, Namun Anggaran Belum Sinkron
Rektor UPI, Prof. Dr. Didi Sukyadi, yang turut hadir dalam pengukuhan, memaparkan bahwa kebutuhan guru nasional masih sangat besar. Banyak kepala daerah yang mengajukan formasi baru karena kekurangan tenaga pendidik.
“Jadi supply-nya ada, demand-nya tinggi, tapi yang belum match adalah kemampuan anggaran,” kata Prof Didi.
Ia berharap pembahasan RUU Sisdiknas dapat mengoptimalkan alokasi 20 persen anggaran pendidikan agar benar-benar digunakan untuk perbaikan kualitas pendidikan, termasuk pembangunan sekolah rusak, pelatihan guru, peningkatan institusi penghasil guru, hingga penguatan infrastruktur laboratorium dan internet sekolah.
Baca Juga:Kepala Madrasah Aliyah Bungbulang Garut Menang Grand Prize Mobil Listrik BYD Dolphin dari Program SIMPATI HOKIAHM Gandeng Ratusan Gen-Z Dalam Aksi Sehat Berkelanjutan
Menurutnya, pembiayaan sekolah kedinasan seharusnya tidak dibebankan pada anggaran pendidikan nasional.
“Itu satu hal yang harus dipenuhi, kalau kita mau pendidikan lebih bagus dan kebutuhan guru-guru terpenuhi di Indonesia,” tegasnya.
PGRI: Guru Tak Boleh Berhenti Belajar
Ketua Umum PB PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, mengapresiasi komitmen UPI dalam mencetak guru profesional yang tidak hanya unggul secara akademik tetapi juga memiliki growth mindset.
“Guru tidak boleh berhenti belajar. Para guru juga harus mengerti kebutuhan dari anak didiknya,” ujarnya.
PGRI, lanjutnya, terus memperjuangkan pemanfaatan anggaran pendidikan agar tepat sasaran, termasuk tunjangan profesi yang idealnya melekat minimal satu kali gaji pokok dalam RUU Sisdiknas. Organisasi ini juga mendorong lahirnya Undang-Undang Perlindungan Guru yang lebih kokoh.
“Kami sedih sekali dihadapkan pada kenyataan, dimana sedikit-sedikit guru dipersalahkan. Kami yakin profesi guru harus dijaga sebaik-baiknya, dan PGRI akan berusaha menjaganya,” tegas Unifah.
Pengukuhan 451 guru profesional oleh UPI di Hari Guru Nasional 2025 bukan hanya simbol kualitas pendidikan, tetapi juga harapan baru bagi masa depan pembelajaran di Indonesia. Momentum ini menjadi pengingat bahwa profesi guru tetap berdiri sebagai pilar utama peradaban—profesi mulia yang menuntut kompetensi, integritas, sekaligus dedikasi tanpa henti. (*)
