KURASI MEDIA – Di tengah keberagaman budaya Indonesia, hubungan antara suku Jawa dan Sunda kerap menjadi perbincangan. Isu ini sering mencuat saat muncul anggapan bahwa orang Jawa dan Sunda tidak boleh menikah.
Meski terdengar seperti larangan mutlak, pandangan tersebut sebenarnya berakar pada sejarah dan perbedaan budaya, bukan aturan yang mengikat.
1. Jejak Sejarah Perang Bubat
Anggapan larangan pernikahan Jawa dan Sunda kerap dikaitkan dengan Perang Bubat pada abad ke-14. Peristiwa ini bermula ketika Raja Hayam Wuruk dari Majapahit berniat menikahi Putri Dyah Pitaloka dari Kerajaan Sunda.
Baca Juga:UMKM Wajib Tahu! KUR BRI Desember Ini Tanpa Jaminan, Pinjaman Mulai Rp1 Juta Tenor Hingga 60 BulanSinergi Tanggap Bencana di Kabupaten Bandung, Bank Mandiri Distribusikan Bantuan bagi Warga Terdampak
Namun, Patih Gajah Mada memandang pernikahan tersebut sebagai simbol penaklukan politik, bukan sekadar ikatan antarkerajaan. Kesalahpahaman ini memicu konflik di Lapangan Bubat yang berujung pada gugurnya rombongan Kerajaan Sunda, termasuk sang putri.
Tragedi ini meninggalkan luka sejarah yang mendalam, khususnya bagi masyarakat Sunda, dan membentuk cerita turun-temurun yang masih hidup hingga kini.
2. Perbedaan Budaya dan Cara Pandang
Selain faktor sejarah, perbedaan karakter budaya juga sering disebut sebagai alasan.
Masyarakat Jawa dikenal dengan tata krama yang halus, penuh unggah-ungguh, dan cenderung hierarkis.
Sementara masyarakat Sunda identik dengan sikap ramah, santai, dan lebih egaliter.
Perbedaan ini bukan penghalang mutlak, tetapi tanpa komunikasi dan saling memahami, bisa memicu konflik dalam rumah tangga. Karena itu, sebagian keluarga, khususnya generasi lama, masih menyimpan kekhawatiran terhadap pernikahan lintas Jawa dan Sunda.
3. Dari Cerita Lama Menjadi Stigma Sosial
Perlu dipahami bahwa larangan menikah antara orang Jawa dan Sunda tidak pernah tercantum dalam hukum negara maupun ajaran agama. Pandangan ini lebih berupa mitos sosial yang diwariskan secara lisan.
Baca Juga:Motor Listrik Kehujanan atau Terendam Banjir? Simak Cara MengatasinyaTutorial Klaim Saldo DANA Rp223.000 dari Game Greedy Dragon, 100% Berhasil
Sayangnya, mitos tersebut kerap berkembang menjadi stigma yang membatasi kebebasan memilih pasangan hidup. Padahal, banyak pasangan Jawa dan Sunda yang membuktikan bahwa perbedaan latar belakang budaya tidak menghalangi keharmonisan rumah tangga.
4. Pandangan Masa Kini yang Lebih Terbuka
Seiring perkembangan zaman, cara pandang generasi muda semakin inklusif. Pendidikan, urbanisasi, dan interaksi lintas budaya membuat sekat etnis tidak lagi dianggap sakral.
